KADO TERINDAH
Angkutan umum yang ditunggu-tunggu pun
akhirnya datang juga. Dalam hatiku semoga masih ada tempat duduk yang tersisa
karena pada jam sibuk seperti itu kemungkinan angkutan umum akan padat, dimana
anak sekolah sepertiku dan orang dewasa yang bepergian ke tempat kerja akan
memenuhi tempat duduk.
Dengan mantap aku melambaikan tangan
pertanda meminta supir supaya berhenti, akhirnya aku bisa duduk dengan tenang.
Mudah-mudahan aku belum terlambat, karena hari ini guru yang piket agak sedikit
galak.
Hampir
setiap hari kami menaiki angkutan umum yang sama, itulah awal pertama aku
melihat mata dan senyumnya. Walaupun sekolah kami berbeda, aku mengetahui dari
seragam kotak-kotak merah yang dia kenakan. Tidak ada perkenalan sama sekali,
dan itu berlangsung hari demi hari, bulan hingga ke tahun.
Pagi ini, aku tidak melihat dia
berdiri di gang rumahnya, dan kali ini angkutan yang biasa kami tumpangi tidak
berhenti di tempat biasa dia naik. Dalam hatiku, “bisa saja dia diantar
mamanya”. Yah… tapi entah mengapa aku bertanya-tanya dalam hati, apakah dia
bolos hari ini? Apakah dia sedang sakit?
Kami
tidak pernah bertemu lagi selama kurang lebih 1 bulan…
Sekilas
tentang “dia” yang kukagumi diam-diam. Dia tinggi, hitam manis, rambut tipis,
hidung mancung, pandangan matanya sangat
menyejukkan, dia sering mengenakan gelang bertuliskan LOVE dengan warna yang
berbeda-beda, mungkin dia koleksi banyak gelang yang sama dengan warna yang
berbeda.
Rumah
ku dengan rumahnya hanya berjarak beberapa gang saja, dan dapat ditempuh dengan
berjalan kaki, tapi kami tidak saling kenal satu sama lain.
Namanya
Sebastian, aku tahu nama itu dari bad nama seragam sekolah yang dia pakai. Aku
yakin, dia tidak tahu aku selalu memperhatikan gerak-geriknya disaat kami satu
angkutan.
***
Hari ini, aku tidak kepikiran bahwa
dia akan naik angkutan umum yang sama denganku. Ternyata aku mendapati sosok
sebastian yang selama ini sudah kurindukan senyumnya. “tolong geser lah”,
dengan senyumannya dia minta tolong supaya dia dapat tempat duduk. Dan kembali
mata ku menatap dia dengan sangat dekat… sungguh menyejukkan, yang kurindukan
datang juga.
Selama
di perjalanan pandanganku hanya tertuju pada sosok sebastian, dan tanpa aku
sadari tangan kiri bagian lengannya ada perban dan bercak darah.
“Apa
itu?” tiba-tiba pandanganku berpindah dari wajah ke lengan kirinya. “Apa
mungkin dia habis kecelakaan?”, gumamku dalam hati. Aku sama sekali tidak
mempunyai keberanian menanyakan hal itu, karena kami tidak saling kenal.
Seperti
biasa, aku lebih dulu turun dibanding dia.
Secepat mungkin aku melangkahkan kaki turun dari angkutan itu dan segera
membayar ongkosku.
Pertemuan
hari itu pun usai, dan berharap besok bertemu lagi. “Mudah-mudahan dia cepat
sembuh”, doaku dalam doa pagi di gereja yang tiap pagi kukunjungi.
Dengan
senyum aku melihat altar berharap doaku dikabulkan, semoga aku dan dia bisa
bertegur sapa.
Selama
pelajaran berlangsung, pikiranku hanya menduga-duga, “mungkinkah selama 1 bulan
ini dia tidak pernah sekolah karena lengan kirinya yang terluka?, kenapa dia?”
pertanyaan yang selalu terbayang-bayang dalam pikiranku.
***
Batik dengan rok putih adalah seragam
yang kukenakan hari ini sangat membuat mood
ku senang karena wangi parfum yang kusemprotkan. Dan tidak lupa harapan akan
bertemu “dia”.
Sebentar
lagi mendekati gang rumah sebastian, dan aku melihat dia melambaikan tangan
seperti biasa. Dan apa yang kulihat sungguh diluar dugaanku, di tangan kanannya
botol tupperware yang bertuliskan Dini,
and you know? It’s mine!!!!
OMG,
mimpi apa aku semalam?
“Punyamu kan?, nih… semalam kamu
buru-buru turun, ketinggalan jadi aku bawa deh” jelasnya. Dengan cepat tanganku
mengambil botol minum itu dan tidak lupa dengan senyuman ditutupi rasa malu,
“makasi yah” hehe, sambil merubah posisi tempat dudukku.. “Yessss.. yesss…
yesss…..” sekelompok cheerleaders menari-nari dan bersorak di pikiran atau di
hatiku, aku tidak tahu persis, yang jelas aku bahagia hari ini.
Tiba-tiba lamunanku di kejutkan dengan
suaranya yang agak serak, “kamu SMA disitu ya?”, sambil menyebutkan nama
sekolahku. Tanpa pikir panjang aku menjawab semua pertanyaan dia, karena memang
itulah yang kuharapkan, aku bisa berkenalan dengan dia, sebastianku. “Aku
sering loh ke sekolahmu, latihan basket disana sama kawan-kawan yang lain”.
“Apahhhhhhh??, SERING???”, keningku berkerut dan sambil berpikir “kenapa aku
tidak pernah melihat dia disekitaran sekolah, sementara aku selalu pulang sore
dari sekolah karena membantu Suster menyusun jadwal ibadah.
“Oh
ya, Kok aku gak pernah liat ya?”, tanyaku kembali. “Mungkin pas kamu udah
pulang kali”, kami main dari jam 3 disana”, tambahnya. Jam segitu adalah jam
sibuk aku dan kawan-kawan yang lain bersama suster untuk mengetik dan menyusun
lembaran jadwal ibadah sekolah kami.
“Turun duluan yah, makasi udah bawa
botol minumku”, ucapku karena memang sudah waktunya untuk turun. Sementara
percakapan kami masih terasa sangat singkat.
Keesokan
harinya kami bertemu kembali dan itu sangat menyenangkan, kami berdua sudah
saling sapa menyapa dan boleh dikatakan aku dan sebastian sudah berteman.
Hari ini aku harus mengikuti latihan
paduan suara di sekolah sekitar pukul 16.00 sore yang mengharuskan aku menunggu
dari jam 2 hingga waktu latihan dimulai. Sembari menunggu jam latihan aku duduk
di depan kelas XII IPS sambil membaca buku novel yang aku pinjam dari
perpustakaan sekolah, zaman dulu aku SMA belum ada IG atau main FB seheboh
sekarang.
Suara
teriakan anak- anak dibawah yang sedang main basket sebagai backsound yang
tidak kubutuhkan, karena itu sangat mengganggu konsentrasiku dalam membaca.
Tapi, untuk menghilangkan kebosanan mau nggak mau harus membaca sambil dengar
teriakan.
Aku
nggak kepikiran “dia” bakal ada sesi latihan di sekolah kami, dan aku juga
tidak penasaran dengan orang yang main basket di bawah.
Satu
persatu kawan berdatangan dan saling menyapa, dan aku terus membaca hingga
berniat menuntaskan cerita novel nya hari ini juga. Dan tiba-tiba gumpalan
kertas mendarat persis mengenai kacamataku, “anj**r”, kerjaan siapa ini?. Aku
melihat kesekitar nggak ada orang, aku penasaran dengan gumpalan kertas itu
kemudian mencoba membukanya berharap ada tulisan dan petunjuk dari sipelaku.
Dan oh… ZONK!!! Tulisannya berisi “PENASARAN YA!!” Shit, gumamku dalam hati. “Udah
ah, lanjut baca aja”, pikirku. Eh tiba-tiba ada suara mengagetkan “ hhooooiiii..”
dengan keras, membuatku hampir melemparkan novel yang sedang kupegang.
Sombong kali lah, udah dilempar kertas
bukannya liat kebawah, dia berbicara dengan logat medannya. Sekitar 1 menit
kupandangi wajahnya.
“Kamu????
Lagi ada latihan ya? Kok aku nggak liat kamu ya bas”, tanyaku sambil menepuk
tangannya.
“Ya
ialah, orang kamunya gak perhatian sama aku”, jawabnya sambil tertawa.
“Ngapai
disini? Pura-pura baca novel padahal memang nontonin aku ya?”, kata dia dengan
bangga,
“Nggak
ba, gausa GeEr deh kamu. Aku ada latihan padus bas ntar jam 4”, jawabku.
Sebenarnya
kami tidak pernah kenalan formal, kami saling tahu nama karna saling liat nama
diseragam sekolah kami masing-masing, dan mungkin dia tahu namaku dari botol
minumku yang tertinggal di angkutam umum.
“Oh,,
jam 4? Aku udah siap latihan din, ke kantin yuk temeni minum boleh?”, bujuk dia
sambil senyum.
“Yuk,
nunggu jam 4”, jawabku. Sembari menemani dia di kantin, kami becerita banyak
tentang apa saja yang terlintas dalam pikiran kami.
Tak
disangka-sangka dia berniat nunggu aku supaya pulang sama karena rumah kami
memang satu arah. It’s oke, permulaan yang manis.
“Bas, pulang yok! udah siap nih, kok
malah ketiduran sih, capek ya?” tanyaku.
“Ya
din, tadi malam juga abis begadang ada UTS mulai hari ini”.
“Yauda
yok pulang”, ajak sebastian. “Sini bukunya, banyaknya lah buku bawaan mu”. Dengan
gerakan merampas dia berniat meringankan bawaan yang kutenteng ditangan kanan
dan kiri.
“Eh,
gausa berat tau”.
“Gak..
itung-itung melatih otot tangan”, celotehnya.
Kami
berdua berdiri tanpa ada percakapan menunggu angkutan yang biasa kami tumpangi.
Dia tiba-tiba melambaikan tangan pertanda meminta supir angkutan itu untuk
berhenti, dan itu bukan nomor angkutan kami untuk pulang.
“Heh,
ini mana lewat rumah kita, gak tau angkot ya?”, tanyaku dengan nada agak
sedikit bingung.
“Jam
segini gadak angkot nomor itu lagi, percaya deh. Kita nyambung aja”, jawabnya.
(memang sih kalo udah pulang lewat dari jam 6 angkot nomor biasa kami naiki
sudah lumayan jarang karna supir pada nge-tem di mall nunggu sewa).
“Aku
ngikut aja deh, belum pande nyambung- nyambung”, jawabku.
Dia
tidak banyak bicara selama diangkot, dan aku juga jadi banyak diam.
“Minggir
depan bang”, pinta dia.
“Turun
yok”, katanya dan aku dengan buru-buru cari uang untuk ongkos karena nggak tau
akan turun secepat itu sebab tujuan utama kami memang belum terlihat.
“Udah…,
nyari apa sih bu? Udah dibayarin juga”, sok repot ejeknya lagi.
Aku
suka dia yang apa adanya, tidak bermulut manis, ceplas-ceplos tapi bikin lucu.
Heh,
turun disini mau ngapai? Jangan ngajarin anak orang bandel kamu bas. Lain kali
gak mau pulang sama lagi kalo gini.
“Yauda,
pulang sana”, katanya.
Kurang
asam ini anak, mau nggak mau aku harus ngikutin dia.
“Jangan
bawel, bantu aku cari hadiah untuk cewek”. ZLLEEEBBBBB….. seketika hati yang
terbentuk rapat pecah seperti gelas yang jatuh dari meja, berkeping-keping dan
tak memiliki ukuran yang jelas.
Dengan
nada sok tegar, “eh.. uda ada cewek toh.. masih sekolah udah pacaran”,
ejekku. “Jangan banyak tanyak deh din,
cepetan ntar keburu malam kenak marah kan pulang malam-malam?”.
“Gak
juga sih, di rumah mana ada orang yang perduli samaku”, jawabku.
Sepanjang
memilih hadiah itu perasaan ku sangat sedih dan sangat hancur, padahal kami
belum ada hubungan apa-apa.
“Cari
yang warna biru ya din, dia suka warna biru”.
Apah??
Dia pecinta biru juga? Persis kayak aku.
“Muda
atau tua?”, tanyaku penasaran.
“Muda
kayaknya, muda aja deh”, katanya.
“Hmmm..
“, jawabku cetus.
“Ini
kayaknya cocok deh, gak norak-norak amat”.
Aku
melemparkan sweater berwarna biru muda dengan tulisan “HUG ME” dibagian dada
sebelah kiri, polos tapi menurutku elegant sesuai dengan merknya.
Dia
putar-putar bolak-balik sweaternya, seperti memastikan tidak ada yang rusak. “Okelah,
aku sih yakin aja pilihan kamu, kalo kamu suka dia juga pasti suka, kan
sama-sama cewek, hahahahaha”…
“Oh
Tuhan berilah petunjukMu..” lagu ini
cocok untuk ke-baperannya aku saat ini.
Ya
sudahlah, ngapai juga sakit hati toh dia udah punya cewek, nggak mungkin kita
nikung kan. Pantang kata mama. J
“Udah
yok, pulang!”, ajak dia setelah dia selesai transaksi dengan sikasir nan bohay.
Sepanjang
jalan aku banyak diam, hanya jawab ya, tidak, dari semua pertanyaan dia.
Tiba-tiba dia bilang “makasih ya din, uda bantu mudah-mudahan ntar dia suka,
makasi banyak uda mau jadi teman aku”, katanya sambil tangannya mengucek-ucek
rambutku yang berponi.
“Hancur,
hancur hancur hatiku, hancur hancur hancur hatiku..” lagu olga meluncur cepat
diotakku. ,
Hehehe,
ya bas.. kudoain dia suka. Singkat padat dan jelas ada kecemburuan disana.
***
06
april 09
Aku
mendapati panggilan mamaku di jam 05.00 pagi sembari membangunkanku. “Selamat
ulang tahun putriku, *pesan* *pesan* *motivasi* *pesan* iloveuma” tutupku.
Harapanku persis seperti harapan mamaku, semoga bisa lebih mandiri lagi dan
tegar dalam hal apapun.
Ini
adalah hari ulang tahunku, dan sudah bisa kutebak pasti di sekolah teman satu
kelas pasti akan memberikan surprize kecil-kecilan. Itu adalah tradisi di kelas
kami.
Dengan
pikiran berkecamuk sekaligus bingung, pasti nanti satu angkot dengan bas.
“Kasi
tau gak ya? Ah, gak deh. Mana mungkin dia mau tau tentang aku, akunya aja yang
baperan sama sikap dia. Huft!! Gausa deh”, ucapku dalam hati.
Seperti
biasa, hari ini dia tampak sibuk dengan bukunya, sepanjang perjalanan dia hanya
sibuk baca buku karena seperti yang dia bilang semalam dia ada UTS di sekolah.
“Luan
ya bas, ok din!”, Jawabnya singkat.
Setelah
aku turun dari angkot raut wajahku berubah sedih, aku jadi kepikiran cueknya
dia, dan teringkat hadiah yang kami belikan semalam. Beruntungnya cewek yang
dibelikan kado semalam. Mungkin tadi malam hadiah itu sudah diantar sama si cewek
yang beruntung, karena hari ini aku tidak lihat dia bawa bingkisan itu.
Oke
fix, berarti bukan untukku! Akunya aja yang kePeDean. :\
Pelukan
demi pelukan mendarat dari teman sekelas, tiup lilin dan kado bergantian
diberikan. Tentunya aku gak lupa dong berpidato singkat di kelas, sebagai
ucapan terima kasihku untuk teman-teman semua.
Satu
hari ini aku memutuskan untuk tidak lagi memikirkan hal-hal yang tidak ada
untungnya bagiku sendiri. Termasuk masalah percintaan, mundurkan satu langkah
dari barisan yang sudah ada.
Hari
ini ada anak-anak latihan basket, aku mencari sosok sebastian dan tak ada dia
di lapangan.
Yaudah
lah, aku pulang dengan perasaan senang karena beberapa kado yang kutenteng dan
pokoknya hari ini aku bahagia sekali.
Kalau
tidak ada kegiatan aku terbiasa tidur siang dan bahkan kebablasan sampai sore,
biasa anak kosan.
Tidur
panjangku tiba-tiba dikagetkan oleh telepon masuk dari nomor tidak dikenal
tertulis di layar Hpku.
“Pasti
mau ucapin selamat ulang tahun nih, gak kawan ya saudara lah”, pikirku.
Dengan
nada ngantuk aku angkat teleponnya. Belum lagi aku mengatakan Haloo…
Tiba
–tiba, “Anak gadis masih tidur jam
segini? Mau jadi apa? Woyy bangun”, teriaknya. “Ah.. bastian? Dapat dari mana
no hp ku, kayaknya gak pernah kasi deh”, tanyaku.
“Alahh..
sok orang penting, ya gampanglah cari no 12 angka doang. Asal pencel aja dapet
tuh”, candanya lagi.
Ada
apa bas? Dengan semangat aku bagusin posisi tidur menjadi duduk berharap dia
tau hari ini ulang tahun ku, dan berharap ada ucapan dari dia. Ucapan aja uda
syukur waktu itu. Ternyata oh ternyata malah kebalik dari harapan.
“Sibuk
gak malam in? kawani belanja dong din! Jam 7an gitu, Aku mau buat prakarya tapi
bahannya belum ada”, katanya.
“Kan
besok minggu, besok aja nyarinya, kenapa mesti malam ini?”.
Dengan
alasan yang masuk logika dia menjawab “besok aku ada lomba basket, kemungkinan
gak sempat”.
“Yaudah deh”, jawabku singkat.
Jam
06.30 sore aku mandi dan siap-siap karna pasti bentar lagi dia nelp buat nanya
rumahku nomor berap, karena setauku aku hanya memberitahu nama gang rumahku
saja.
Jam
sudah menunjukkan pukul 06.50, kok dia gak nelp atau sms kek nanya gitu? Aku
mulai bingung dan menebak-nebak dia sedang ngerjain aku. Eh tiba-tiba kawan
satu rumah nyamperin aku ke kamar ngasi tau ada orang nunggu di depan, katanya
mau ketemu sama aku.
Dengan
cepat aku lari ke pintu dan kulihat dia ada disana, sambil membuka pintu seribu
dan seratus ribu pertanyaan muncul dalam benakku, “kenapa dia tau aku tinggal
disini. Apa selama ini dia ngikutin aku dan mata-matain dari belakang? Kalo ia,
berarti dia tau aku pernah mencuri jagung di samping rumah kami dan ketahuan
sama yang punya. Ah berabe nih”, pikirku..
“Heh,
makin bingung liat kau bas. Tau dari mana aku tinggal disini? Ah, ada yang gak
beres nih”,kataku mantap.
“Kamunya
aja yang GeeR, ini rumah opungku(kakek) din”, sambil tangannya menunjuk rumah
yang udah setengah jadi tepat di depan rumah aku tinggal sekarang.
“Aku
tiap malam kesini jemput opungku”.
“Trus?”,
tanyaku.
“Aku
tau rumahmu disini karena aku pernah lihat seragam putihmu dijemur di pagar dan
tulisan namamu menghadap ke jalan”.
“Hah?
Sesimpel itu kah?”, Pikirku!
“Jadi,
selama kamu datang kesini jemput kakekmu kok gak pernah nyamperin atau sapa
gitu kek”,tanyaku lagi. Kok sombong amat yang punya cewe”. Entah kenapa candaan
ku tak ada faedah dan nyambungnya samasekali.
“Hahaha…
maklum kita orang sibuk”, jawabnya.
“Sebentar
ya, aku ambil tasku dulu”, sambil aku masuk ke dalam rumah.
“Eh,
kalau ada yang liad aku diboncengin sama kamu, ntar ada yang ngadu sama cewekmu
bas. Janganlah”, tanyaku bingung.
Dia
jawab dengan tenang, “aku udah ijin kok, dia gak akan marah”.
Tiba-tiba
dia mengejek untuk kesekian kalinya,
“Nenek
aku kalo lagi jalan-jalan pake jaket persis kayak kamu, takut kena angin ya din?
tinggalin aja lagi kali”, celotehnya.
Dengan
gerakan cepat semua yang dia bilang aku turutin. Ditengah perjalanan, aku
berinisiatif membuka pembicaraan, kita ke mall mana nih nyarinya bas?
“Udah
ikut aja, kita makan dulu yah, belum makan malam kan din?”.
Sesampainya
di tempat makan yang dia tuju, dia suruh aku tunggu sembari dia cari tempat
duduk kosong.
“Ada
tuh paling belakang”,katanya.
“Eh,
tadi aku udah langsung pesan ya din, jadi gakusah minta menu lagi nanti”, kata
dia lagi.
“Sok
banyak uang bas, masih sekolah udah sok nraktir orang”, ejekku.
“Kan
yang tadi minta tolong aku din? Berarti aku yang bayarin makan dong”, jawabnya
dengan cuek.
“Serah
deh bas, debat sama mu aku gakkan menang”.
Makanan
pun datang, ada yang aneh dengan makanan yang di letakkan tepat di hadapanku,
di pinggiran piring ada tulisan memakai saos sambal ABC mungkin, yang isinya “best moment” dan yang anehnya, tulisan
itu cuman ada di piring makananku.
Tanpa
tanya panjang lebar, aku menarik piring makanan dia.
“Gantian
deh bas, ada yang aneh dengan piringku. Nih sama kamu aja”.
Dia
menolak dengan alasan dia alergi seafood. “Itu sengaja kayaknya buat tanda yang
pake seafood sama yang gak pake, gausa ke GeeRan deh din”. Lagi-lagi kata itu
diucapkan dia.
“Anak
basket gak bisa makan seafood, dapat vitamin dari mana dong”, ejek ku tidak mau
kalah.
Sepanjang
makan dia hanya membahas tentang basketnya, dan itu sangat membuatku jengkel.
“Hhmmmm,,,,
oh jadi gitu!”. Kalimat itu berulang-ulang menjadi jurus andalanku untuk setiap
akhir kalimat yang keluar dari mulutnya.
Dia
sudah lebih dulu 10 menit siap makan dibanding denganku, maklum bagi pemakai
behel, kemarin sorenya aku habis ganti karet dan itu sungguh menyiksa gigi
untuk makan makanan yang bertekstur keras.
“Kita
gak buru-buru kan bas, kali ini aja deh aku makan lambat”, pintaku!
“Ih,
bilang apa din? Kali ini? Emang kamu pikir aku ada rencana lagi bawain kamu
makan di luar? Rugi dong aku din”, hahahaaa.. dia tertawa sangat kuat.
Ingin
rasanya sendok garpu ditangan kiriku kumasukkan ke mulutnya yang lagi tertawa
lebar.
“Apa
sih maunya ini anak, jadi teman tapi kok nyolot yah”, gumamku dalam hati. Tapi,
mungkin itu adalah ciri khas dia, dan sifat orang itu berbeda-beda, pikirku
kemudian.
Makananku
hampir habis, dia permisi ke toilet sebentar.
Sementara
dia pergi aku dengan perlahan menghabiskan makananku, dan dalam keadaan gelas
masih menempel di bibirku tiba-tiba musik di kafe itu berganti dengan alunan
musik yang biasa kudengar dengan lirik”hari
ini, hari yang kau tunggu, bertambah satu tahun usiamu, bahagia lah kamu…”
musik nya Jamrud-Selamat Ulang Tahun.
Aku
hampir saja tersendak melihat dia “sebastianku” dengan wajah nya yang tampan,
dan senyumannya yang khas datang dengan sebuah kotak kue dan lilin angka 17
menyala diatas kue bertuliskan, “Happy Birth Day din”. Di belakangnya ada
karyawan kafe dengan menenteng sebuah kotak yang sepertinya kado, dan karyawan
satu lagi memegang bunga mawar putih.
“Selamat
ulang tahun din, sweet seventennya sama aku nih kayaknya”, dia menggodaku. “Makasi
bas”, air mataku rasanya menetes.
Aku
bingung dengan sikapnya yang cuek namun ternyata perhatian juga dan hal ini
sungguh diluar dugaanku, akan ada kejutan yang sangat istimewa dari dia.
“Bas,
makasi loh… aku senang punya teman kayak kamu”.
Rasanya
ingin kupeluk dia sebagai tanda persahabatan kami dan sebagai ungkapan rasa
terimakasihku yang sungguh membuatku bertanya-tanya terus.
“Bawel
deh din, make a wish deh, trus tiup lilinya”.
“Amin”,
ucapku dengan mantap, dan lilinnya pun padam.
“Gak
potong kue nih?”, ucapku memecah keheningan kami.
“Bentar
baru lagi makan, congok amat din..din”,ejeknya lagi.
Dia
berbalik meminta kotak hadiah dari karyawan kafe dan memberikannya padaku, “Ntar
udah mau pulang dibuka, jangan sekarang”, katanya.
Dia
berbalik sekali lagi mengambil bunga mawar dari karyawan yang satunya lagi.
Dengan gaya sok coolnya dia, diciumnya bunga mawar putih itu seperti memberi
kode ke karyawan kafe untuk mengganti lagu dari selamat ulang tahun menjadi lagu
From this moment, miliknya shania
twain.
So
sweet, dia tau lagu yang kusuka ucapku dalam hatiku.
Dengan
gerakan lambat dia berlutut tepat di depan kaki ku yang sedang posisi berdiri,
dan aku spontan marah pada dia.
“Ngapain
sih bas? Diri dong!!”.
“Din,
kita udah hampir mau 2 tahun berteman, dan aku nyaman dengan pertemanan kita,
aku menyukaimu diam-diam, maukah kamu jadi pacarku?”.
“Trima
trima trima trima”, teriak karyawan Kafe sambil bertepuk tangan sekali-sekali.
“Hari
ini ulang tahunku, moment yang sangat
bahagia buatku, dan hari ini juga dia dengan berani mengatakan perasaannya,
berarti selama ini dia belum punya pacar kah?”, aku bertanya-tanya dalam
hatiku.
“Oh
Tuhan, aku juga sayang samamu bas”, gumamku dalam hati.
“Pliss,
jangan bohongin perasaanmu din. Aku gak akan kecewain kamu kok”, katanya lagi.
5
menit dia berlutut menunggu jawaban dari mulutku, dengan perasaan sedih senang
bercampur aduk aku jawab “YA!!! Berdiri sini”, aku tarik tangan dia dan
tiba-tiba pelukan hangat mendarat di badanku membuat semua orang yang di kafe
itu tepuk tangan. “Yeeyy.. aku senang din”, makasi ya”, katanya lagi seperti
berbisik ditelingaku..
“Hmmm..
dasar bocah banyak maunya”, ejekku kembali.
“Potongan
pertama sama aku atau sama karyawan kafe, pasti sama pacar dong ya, cieee”,…
dia menggodaku.
Suapan
kue yang kuberikan pada dia dibalas dengan kata “I Love U din”.
Aku
tidak tau harus menjawab apa. Semua masih seperti bayangan nyata dalam benakku.
“Malam
ini aku mau kau bahagia din, lupain semua beban yang ada”, kata dia
menghiburku.
“Thanks
bas ku”, godaku !
Dia
hanya mengejekku kembali, “sok gaul deh bahasanya”, katanya.
“Biarr
deh”, jawabku.
“Bole
aku buka kadonya bas? Penasaran nih”, pintaku.
“Buka
aja din! Semoga kamu suka ya, nyarinya penuh perjuangan loh”, katanya.
Tulisan
yang ada dibungkusan kotaknya mengatakan bahwa dia sudah yakin betul aku akan
menerima dia sebagai kekasihnya.
“Thanks
hitam manisku, udah nerima aku!!!, pacarmu Bas”.
Hahahaha…
aku tertawa keras, tapi itu sangat romantis menurutku.
Perlahan
kertas kadonya kurobek dan tadaaaaaa….. apa yang kudapat? Sweater pilihanku
yang beberapa hari yang lalu dia minta aku nemani nyari hadiah buat cewek. Dan
dia melakukan persiapan yang matang untuk ini semua? Betapa makin bahagia nya
aku sebagai seorang cewek.
“Bassss….
Kamu ngerjain aku dong, masa ia aku milih kado untukku sendiri? Ah gak keren”,
ejekku!
“Hahaha
aku mau mengobati rasa sakit hatimu, dengan seperti itu pasti kamu senang kan
sebenarnya? Ternyata cewek itu ya kamu. Gausa sok malu deh, jujur din”,
ledeknya kembali.
Aku
akui dia sangat romantis dan tidak ketebak.
“Jangan
ada rasa sungkan setelah pacaran, biasa aja seperti kita berteman sebelumnya,
ada yang gak suka langsung dibilang ya din. Aku mau kita terbuka”.
“Ya
bas, sambil kulihat matanya sambil tersenyum kuucapkan kembali “makasi bas,
hari ini sangat istimewa. “Love u” itu saja jawabanya.
***
Hari
ini hari pertama kami satu angkutan dengan status pacaran, jelas berbeda dengan
hari sebelumnya. Hari ini aku menyediakan tempat duduk tepat di sampingku. Dia
tersenyum melihat caraku memberi dia tempat duduk. Sweater pemberian dia tidak lupa
aku pakai, membuat dia makin tersenyum dan berbisik,”Cocok deh sama kamu din,”.
Makin manis!”.
“Makasi
bas”, jawabku.
“Belajar
yang bagus ya din, jangan kebanyakan ekskul deh kamunya”, sambil memberi
isyarat kepada supir bahwa aku akan turun.
Walaupun
sudah ada Hp waktu itu kami tidak selalu menggunakannya, karena kami lebih
senang bertemu langsung dan itu merupakan pembuktian yang sebenarnya dari pada
berkata A ternyata berbohong, itu adalah sebagian tipu muslihat dari Hp.
Tak
banyak dari teman sekelasku yang mengetahui kisah cintaku selain 1 orang teman
dekatku.
Setauku
hari ini dia ada latihan basket di sekolah kami, tetapi aku tidak melihat dia dari
tadi. Aku coba cek Hp ku mellihat apakah dia ada titip pesan, ternyata nihil.
Jam
sudah menunjukkan pukul 15.35 sore, sungguh tidak mungkin dia datang terlambat
itu bukan ciri khas dari sebastianku.
Aku
mencoba menelpon menanyakan keberadaan dia, dan nomornya sedang dialihkan.
Keadaan ini membuat aku bingung. Hingga sampai jam waktunya pulang, yang kutunggu-tunggu
tidak datang juga akhirnya kuputuskan pulang sendiri dengan hati
bertanya-tanya.
Sudah
3 hari aku tidak mengetahui keberadaan sebastian. Dan hari ini aku berinisiatif
menanyakan kepada siapapun orang di rumah kakeknya yang sedang dalam proses pembangun
itu.
Aku
melihat ada seorang lelaki tua renta, mungkin itu kakek nya bas pikirku. Dengan
bersikap ramah dan sangat sopan aku bertanya kepada kakek itu. Kek, aku teman
sekolahnya sebastian, apakah dia sudah pulang sekolah kek? Dengan nada tinggi
kakek itu menjawab, “dia memang orang yang sangat bandal dan tidak bisa
dinasehati, sudah berkali-kali kami melarang dia untuk tidak ikut basket-basket
itu lagi, tapi dia tetap melawan, dan hari ini kamu tahu nak? Dia sedang terbaring
lemah di Rumah Sakit , tadi tiba-tiba jatuh di sekolah waktu sedang tanding
kata gurunya melapor ke rumah.
Sebelumnya
aku tidak tahu riwayat kesehatan sebastianku bagaimana, tetapi dari cerita
panjang lebar kakeknya aku mengetahui bahwa dia menderita penyakit batu ginjal.
Dan ini adalah penyakit yang tidak boleh capek. Padahal itu adalah hobby yang
tidak bisa dipisahkan dari dalam dirinya seperti yang dikatakan padaku waktu
itu.
Tanpa
babibu aku ajak kawan 1 rumahku pergi ke rumah sakit dimana sebastian dirawat.
Pertama,
aku sangat ketakutan kalau saja kehadiranku tidak disukai oleh pihak keluarga
yang sedang merawat dia. Tapi itu semua kutepis dalam pikiranku, yang penting
aku mau bertemu dia. Dan Ayu yang menemani aku mengatakan, “tidak apa-apa,
tenang aja. Semua pasti berjalan baik, kita hanya menjenguk kan tidak ada
salah”.
“Tok..tok..tok”..
kuketuk perlahan pintu kamar sebastian, keluarlah seorang wanita yang masih
muda berumur kisaran 42 tahun.
Keningnya
tiba-tiba berkerut, sambil bertanya
“cari
siapa dek?”
“Oh,
bu kami teman bastian”.
Dengan
nada berbisik dia menjawab, “kamu pasti dini ya?”
Aku
kaget seketika, perasaan takut, apakah yang akan terjadi setelah dia mengetahui
aku pacaran dengan putranya.
Dengan
tenang aku menjawab, “ia bu! Bisa kami lihat bastian bu?”.
Dengan
sikap yang ramah sekali dia mempersilahkan kami masuk ke ruangan itu, tetapi
dia menutup pintu dan meninggalkan kami bertiga di ruangan Mawar 105 itu.
Perlahan
aku mendekati tempat dia sebastianku berbaring, sungguh diluar dugaanku bahwa
dia akan tertidur biasa saja. Namun pemandangan apa ini Tuhan? Air mataku
menetes seketika, kulihat ada beberapa selang masuk kedalam mulutnya, tangannya
dipenuhi dengan tusukan jarum infus, dia bernafas dibantu dengan oksigen.
Tubuhku seketika tak bertulang, aku terduduk di kursi dekat tempat dia
berbaring. Mencoba tetap tegar dan tenang, perlahan ku dekati dia dan
kubisikkan,”sayang… aku datang! Pliss buka matamu” sambil air mataku tak henti
mengalir. Kugenggam erat tanggannya yang dingin, kuelus kembali wajah manisnya,
akan kah senyuman kemarin pagi adalah senyuman yang terakhir darimu bas? Jawab
sayang! Entah berapa kata sayang yang telah kuucapkan pada dia sebastianku. Dan
tak ada jawaban sama sekali.
Ingin
rasanya kupeluk dia dan tak kulepas. Kubiarkan tangannya dibasahi air mataku
yang tak henti-henti mengalir.
30
menit berlalu tiba-tiba mama dari sebastian masuk dengan air mata menetes
dipipinya karena melihat betapa sedihnya aku disamping putra semata wayangnya.
Aku
semakin menangis dan menjadi, sungguh tak bisa kubayangkan, betapa sedihnya
mama dari sebastian dan kulihat dia semakin menangis juga melihat aku yang
tidak mau melepas tangan sebastian.
Kubisikkan
lagi ditelinga dia sebastianku, “bas… makasi untuk perhatianmu selama ini, aku
sayang kamu bas, benerr.. aku gak bohong. Kamu mau aku jujur kan, dari awal aku
lihat kamu aku sudah jatuh cinta melihat senyumanmu dan berharap belum ada yang
memilikimu, doaku terkabul bas. Kamu hadir pada saat yang tepat dan kamu jadi
milikku, hanya aku yang memiliki senyuman khas mu itu. Dan sekarang juga aku
percaya sama Tuhan bas, kamu akan bangun, aku percaya muzijat itu masih ada
sayang. Bertahan ya, aku tetap setia menunggumu”. Air mataku semakin tak
tertahan mengalir sejadi-jadinya.
Sungguh
apa yang kurasakan serasa sangat singkat dan sangat tak terduga. Kenapa setelah
aku jadi miliknya dia mengalami ini, supaya aku sesakit ini?
“Kamu
tega bas”, gumamku dalam hati.
Kurasakan
sentuhan tangan dipundakku, itu adalah mamanya bastian, dia mengajak aku keluar
sebentar dan berbicara.
Dengan
diiringi doa Angelius di rumah sakit itu beliau dengan air mata menjelaskan
sedetail mungkin apa yang dialami kekasihku, dan aku sangat terpukul. Sambil
kuikuti dalam hati urutan doa Angelius itu kukepalkan tanganku dengan mantap
aku meminta kepada beliau ijinkan aku menjaga dia 1 malam ini saja.
Dia
mengiyakan dan sejak hari itu aku tidak pulang dan besoknya juga aku tidak
sekolah karena menjaga dia. Aku melihat ada seberkas harapan dalam
ucapan-ucapan dan impian-impian yang selama ini dia ucapkan ketika bersamaku.
Aku percaya Tuhan akan membantu dia, sebastianku orang baik.
Mulutku
tak henti-henti berdoa, sambil kupegang erat tangannya. Kulihat mamanya
sebastian sudah tidur lelap di sofa ruangan itu. Aku tak melihat sosok ayahnya
dari siang, tapi aku tidak menanyakan hal seintim itu.
Aku
kasihan melihat mamanya sebastian, matanya bengkak karena menangis, dan kulihat
sebuah rosario hampir jatuh dari pergelangan tangannya. Secepat mungkin kuraih,
dan itu kugunakan untuk berdoa kepada Bunda Maria tetap disamping diaku yang
sedang lemah.
***
Jam
menunjukkan pukul 03.00 pagi. Waktu yang sangat tepat untuk novena pikirku, aku
berdoa sekhusyuk mungkin, kuharap tidak ada yang menggangguku.
Dan
benar doa itu berakhir dengan sempurna. Kulihat mamanya bastian masih tertidur,
dan aku tersenyum kembali mendekati wajah yang selalu kurindukan.
“Selamat
pagi sayangku, damai Tuhan melindungimu. Love u bas”, bisikku pelan.
Tiba-tiba
kulihat ujung bibirnya bergerak, dan aku sangat panik ketakutan dan campur
bahagia. Segera kubangunkan mamanya untuk memastikan.
Dengan
cepat dokter mengunjungi kamar itu dan seketika ruangan itu penuh dengan
perawat.
Kugenggam
tangan mama bastian, dan dia tersenyum bahagia melihat aku. Kerumunan perawat
itu mulai keluar satu persatu. Dan dokter yang menangani dia dengan perlahan
mendekati kami.
“Pertanda
yang baik bu, besok kita bisa cek darah kembali, sepertinya dia sudah mulai
memberi respon”.
“Terpujilah
Tuhan, trimakasih Tuhan”, sebutku dalam hatiku.
Mamanya
langsung berlutut mengucap syukur. Betapa semangatnya kami hanya mendengar
kabar sesimpel itu pagi ini. Kami dekati sebastian yang sedang berbaring.
Mamanya mulai bicara dengan penuh kasih sayang, “jika kamu mendengar mama nak,
mama cuman minta 1 hal, semangat dan sembuh demi mama, mama gak punya
siapa-siapa kecuali kamu, kamu jiwa mama nak, mama sayang dan sangat sayang
sama kamu nak. Buktikan sama mama kamu sayang juga sama mama, bangun ya nak”.
Dengan isakan tangis mama bastian mencium kening nya.
Beliau
seperti memberi isyarat kepadaku supaya aku berbicara, “mumpung dia bisa dengar,
bicaralah”, kata nya padaku.
Sebenarnya
aku agak sedikit malu berkata manis didepan ibu dari kekasihku, tapi karena situasi
dan kondisi kuberanikan mencium bastian dan berbisik.
“Gak
cuman mama yang mengharap kamu bangun, aku selalu nunggu kamu bas. Aku sangat
merindukanmu. Love u, ini dini!”. Air mataku juga tidak tertahankan, kami
berdua sama-sama menangis dan tersenyum bahagia.
***
Aku
ada ujian praktek hari ini yang mengharuskan aku mengikutinya, dengan perasaan
tidak tenang aku mengikuti ujian tetapi pikiranku hanya tertuju pada dia
sebastianku. Betapa aku ingin didekat dia terus. Mengetahui perkembangannya dan
apakah dia sudah siuman?
Aku
selalu berdoa semoga dia cepat pulih.
Cerita
mamanya selalu terbayang-bayang dipikiranku betapa menderitanya pria yang
kucintai saat ini, bukan hanya gagal ginjal ternyata sejak masih bayi
paru-parunya bermasalah. Sejak kecil memang sebastian sering sakit-sakitan.
Tentang
ayahnya, mama sebastian memutuskan untuk berpisah semenjak sebastian berumur
2,5 tahun. Entah masalah pribadi apalagi yang menjadi puncak permasalahan
keluarga ini yang jelas dan yang terpenting sekarang adalah bastian pulih.
Penyakit nya bisa saja sewaktu-waktu kambuh dengan sendirinya, apalagi jika
bastian merasa kecapean.
Sepulang
sekolah cepat-cepat aku menuju rumah sakit dan berharap ada kabar baik. Kulihat
banyak sepatu sekolah terletak dipintu kamar sebastian, itu pasti teman sekelas
bastian, mereka berdoa bersama dan memberi dukungan kepada mamanya bastian.
Dengan sabar aku menunggu teman sekelasnya memberi dukungan doa dan material
sebagi bentuk peduli mereka kepada sesama teman.
Tiba-tiba
sebuah suara membangunkanku dengan lembut, ternyata aku ketiduran di lantai
depan kamar sebastian sembari menunggu teman-temannya pulang.
“Nak,
bangun jangan tidur di lantai!”, kata mamanya sebastian. Dengan sedikit pusing
aku berdiri dan mencoba melangkahkan kakiku.
Kudekati
diaku yang terbaring, aku menyapanya kembali dengan senyum bercampur sedih.
“Harus
seberjuang inikah aku dengan cinta yang masih seumur jagung? Cobaan percintaan
macam apa ini?”
“Bas,
hei… aku datang! Kamu apa kabar hari ini? Semangat ya sayang, masih setia
menunggu kok, pasti! Love u,” bisikku pelan.
Tak
sadar aku merebahkan kepalaku di samping pundaknya dan tertidur karena
semalaman aku berjaga dan tidak ada istirahat.
Sangat
nyaman tidur di sampingnya, entah sudah berapa jam lamanya aku tertidur
tiba-tiba aku mendengar suara desahan yang sangat khas, dan aku kenal suara
itu.
Ya,
suara kekasihku yang sangat kurindukan.
“Ma..
mama, dengan pelan kalimat itu keluar dari mulutnya. Segera kulihat kearah sofa
tidak ada mamanya bastian di sana, dengan perasaan sangat bahagia aku langsung
berdiri dan mendekati wajahnya memastikan dia benar-benar bangun atau tidak.
“Bas,
kamu bangun?”, tanyaku. Sayang, lihat aku!” air mataku mengalir cepat tanpa
dikomando karena bahagia campur sedih.
Senyumannya
tidak berubah, matanya terbuka pelan.
“Din,
maafin aku ya.” Tidak ada jawaban apapun dari mulutku, aku hanya bisa menangis
dan menciumi tangannya, dan tak lupa aku menekan tombol darurat yang ada
diruangan itu untuk memberitahu perawat atau dokter jaga perkembangan
kesehatannya sebastian.
Dengan
hitungan menit ruangan itu dipenuhi dengan suara terharu karena setelah tidak
ada respon selama hampir 2 hari, hari ini ada harapan baru, semuanya berubah
kembali.
“Hampir
2 tahun kita berteman, kenapa kamu tidak pernah cerita tentang kesehatan kamu
sama aku bas?”, tanyaku pelan.
“Akan
ada saat yang tepat untukmu, makanya aku tidak memberitahu sebelumnya. Maaf ya
din, mungkin kamu beberapa hari ini terjaga karena aku. Aku bahagia lihat kamu
ada disini, aku tadi nggak nyangka kamu bakal ada disini. Maaf ya sayang, ini
yang terakhir kali aku repotin kamu”, air mata nya menetes sambil tersenyum.
Senyuman
yang sudah lama kurindukan.
***
Hari
ini aku ada ulangan di sekolah otomatis siswa-siswi akan cepat pulang. Aku
mempersiapkan segala sesuatu yang perlu kupergunakan nanti di Rumah Sakit.
Mood
hari ini cukup baik setelah keadaan sebastian yang semakin membaik, ada harapan
baru dan doa-doa yang selalu kuucapkan dalam hati bahwa aku ingin mengulang
masa-masa kami berangkat sekolah sama-sama, makan sama dan pulang sekolah
ditungguin sampai sore dan itu sangat mengasyikkan.
Ulanganku
pun terjawab dengan baik. Intinya hari ini aku bahagia dan amat senang karena
akan bertemu kembali dengan pujaan hatiku.
Dalam perjalanan menuju toliet sekolah
untuk mengganti seragam yang kukenakan, tiba-tiba terdengar lantunan lagu
rohani bertema kematian dari ruang BP kami.
“Suster,
agak seram ya lagunya”, ucapku sembari menyapa Sr BP kami.
Kali
ini aku tidak menaiki angkutan umum, pikiranku rasanya ingin cepat-cepat sampai
di Rumah Sakit, maka aku menaiki becak dari depan sekolah.
Sesampainya
di depan ruangan yang biasa kukunjungi sejenak aku bingung dan mencari-cari,
kemana mama dan sebastianku?
Dengan
cepat aku menuju meja perawat menanyakan pasien diruangan itu kemana. Perawat
memberitahu ruangan bastian dipindah ke ruang ICU yang tidak bisa dikunjungi
sama sekali.
Jam
08.35 WIB dia sebastianku dilarikan keruang ICU karena tiba-tiba pernafasannya
tidak normal, hingga sekarang pukul 11.00 WIB belum juga ada kabar tentang dia.
Kulangkahkan
kakiku yang gemetaran menuju ruang ICU, kudapati mama sebastianku menangis di
lantai depan ruangan sebastian sekarang berada. Kugenggam tangan mama sebastian.
“Yang
kuat ya bu! Serahkan semua sama Tuhan, kita hanya bisa berdoa”.
Tak
ada satupun keluarga yang menemani kami selama di Rumah Sakit ini, dan itu yang
membuat aku selalu bertanya-tanya.
Belakangan
ku ketahui ternyata mama sebastian bukan mama kandung dari sebabtian,
sebastianku ternyata anak adopsi. Itulah mungkin alasan keluarganya kenapa
tidak perduli dengan keadaan sebastian yang semakin kritis.
Tangisan
dan doa itulah yang bisa kami lakukan hari ini.
Sekarang
sudah jam 15.00 WIB, seorang dokter memasuki ruangan itu. Berharap kami akan
menerima kabar baik.
20
menit kemudian ada panggilan dari perawat menyuruh mamanya sebastian masuk
untuk konsultasi dengan dokter dan sekaligus melihat kondisi sebastian.
Tanganku
tidak dilepas, dengan nada memohon dia mengajak aku melihat dia sebastianku.
Sebenarnya
aku tidak berani melangkahkan kakiku memasuki ruangan itu.
Pemandangan
yang sangat membuatku down, selang dimana-mana, matanya tertutup, tanganya
diikat dipinggir tempat tidur, wajahnya sangat pucat. Aku hampir saja pingsan
melihat apa yang ada di depan mataku.
Kulihat
air mata mamanya sudah tidak terbendung lagi, begitu juga dengan aku. Seketika
dokternya mempersilahkan mama sebastian untuk mendekati tubuh sebastian. Hanya
kalimat semangat nak, ada mama disini.
Aku
tidak bisa berkata apa-apa, hanya menyentuh tangannya dan menangis
sejadi-jadinya. Seketika perasaan bahagia yang dia berikan semalam hancur dalam
hitungan detik, sungguh seperti mimpi.
“Ibu, kita bisa bicara sebentar?”,
kata dokter sambil menyentuh lengan mama sebastian.
“Dengan
sangat kecewa dan tidak mendahului Tuhan sang pencipta, anak kita sebastian
tidak bisa kami tolong lagi ibu, jantungnya sudah sangat lemah. Detakan jantung
yang kita lihat sekarang di layar itu adalah pengaruh alat yang kita pasang.
Kalau alat tidak dipasang jantungnya berhenti berdetak. Kami minta maaf ibu,
sekali lagi kami minta maaf! Sekarang keputusan ada ditangan ibu”.
Seketika
mama sebastian ambruk dan pingsan, bisa kurasakan apa yang dirasakan mama
sebastian. Hatiku sepertinya sangat hancur sehancur hancurnya. Perjuangan demi
perjuangan yang diberikan mamanya tidak membuahkan hasil. Hanya kata pasrah dan
terima keadaan untuk saat ini.
Segara
perawat memberikan pertolongan pada mamanya bastian, dan aku mencoba tegar mendekati
sebastianku yang masih tergelatak di tempat tidur dengan bantuan alat yang
sangat banyak.
“Bas,
inikah arti ucapanmu? “Maaf ya sayang,
ini yang terakhir kali aku repotin kamu.” Sesingkat ini kah bas? Aku masih mau loh direpotin sama kamu,
harusnya kamu semangat sayang”… tidak ada kata-kata lagi yang terucap,
sepertinya semua kata yang ingin kuucapkan hilang semua dan pikiranku kosong.
Dalam
hati aku berkata, “selamat jalan bas, aku pasrah dan merelakan kamu pergi walau
hatiku sangat hancur. Kamu sudah sembuh sayang, doain aku agar bisa tegar. Aku
mencintaimu bas. Sangat mencitaimu!”
Di
luar ruangan aku terduduk dan meratapi semua kejadian hari ini. Tadi pagi aku
sangat bahagia dan senyum-senyum, sore ini dibalas dengan tangisan yang sangat
membuatku hancur. Di sekolah tanpa sengaja aku mendengar lantunan lagu orang
meninggal dan benar hari ini aku berduka untuk kepergian sebastianku. Dan tanpa
kusengaja ternyata pakaian yang kusiapkan
tadi pagi dan kukenakan hari ini serba hitam, jeans hitam dan kaos oblong
hitam. Sungguh diluar dugaanku.
Memang
benar rencana Tuhan tidak bisa kita tebak, kita hanya bisa berpasrah diri dan
berbuat yang terbaik lah semasa hidup.
***
Kuraba
Salib yang terletak di atas makam sebastianku, kutaburi bunga dan air mata
kesedihanku menyirami bunga perpisahan aku dan sebastian.
“Cinta
pertama yang sangat indah bas, banyak kenangan yang kamu tinggalkan untuk aku.
Dari kita berteman, kekonyolan, juteknya kamu, judesnya kamu, bicara asal dan
sering buat sakit hati, itu adalah ciri khas kamu yang mungkin orang pertama
kenal akan menilai kamu sok dan songong.
Tapi
itulah kamu, kamu yang kucintai dan kusayangi. Kamu sudah sembuh sayang,
terimakasih untuk pertemuan kita, terimakasih untuk kenangan yang kamu
tinggalkan, terimakasih untuk kado pertama dan terakhir ini.
Ini
adalah kado terindah seumur hidupku. Kamu sangat romantis bas. Aku sangat
merindukanmu, hadirlah dalam mimpiku untuk mengobati rasa rinduku.
Aku
pulang bas, doain aku sanggup dan bisa jalani hidupku dengan baik”.
I
love u bas…
“Cinta itu datang
dengan beragam cara, terkadang pahit di awal manis di akhir dan sebalinya.
Cinta itu tidak bisa
ditebak, sama dengan cara Tuhan membimbing kita.
Hargai dan rawatlah
cinta yang sekarang kita miliki. Ada banyak orang yang sama sekali tidak pernah
merasakan kehangatan cinta.
Bagaimanapun bentuk
cinta yang kita alami sekarang syukuri dan pelihara dengan baik.
Karena cinta itu
sangat indah”. Diana