Rabu, 12 September 2018





S i a p a    ? .....
Pernahku menunggu
Namun tak kunjung datang...
Pernah ku mencari
Namun tak kunjung dapat...


Pernah ku menemukan
Namun tak seindah yang kuingin
Dan sirna bagaikan pasir terbawa ombak


Kini....
Setiap detikku merasa sepi
Hampa seperti terkurung
Akan  kamu datang?
Kapan?
Aku terlalu lama menunggu....

                                                             




Diana,13Sept2018

Selasa, 19 September 2017

Puisi


Derita
Bertahan melewati kehancuran
Meski rapuh namun bertahan
Menyerah namun tetap harus melangkah
Mengeluh sama saja menjatuhkan harga diri

Berdiri disaat sedang goyah
Tersungkur disaat tiada harapan
Hanya bisa berpasrah diri
Tak seorangpun mengerti

Kegagalan demi kegagalan
Jatuh dan terus jatuh
Menyesali segala keterlambatan tiada guna
Hanya percaya akan kuasa Tuhan

03 September 2017

   Diana Naibaho

Jumat, 08 September 2017

KADO TERINDAH

KADO TERINDAH

Angkutan umum yang ditunggu-tunggu pun akhirnya datang juga. Dalam hatiku semoga masih ada tempat duduk yang tersisa karena pada jam sibuk seperti itu kemungkinan angkutan umum akan padat, dimana anak sekolah sepertiku dan orang dewasa yang bepergian ke tempat kerja akan memenuhi tempat duduk.
Dengan mantap aku melambaikan tangan pertanda meminta supir supaya berhenti, akhirnya aku bisa duduk dengan tenang. Mudah-mudahan aku belum terlambat, karena hari ini guru yang piket agak sedikit galak.

Hampir setiap hari kami menaiki angkutan umum yang sama, itulah awal pertama aku melihat mata dan senyumnya. Walaupun sekolah kami berbeda, aku mengetahui dari seragam kotak-kotak merah yang dia kenakan. Tidak ada perkenalan sama sekali, dan itu berlangsung hari demi hari, bulan hingga ke tahun.

          Pagi ini, aku tidak melihat dia berdiri di gang rumahnya, dan kali ini angkutan yang biasa kami tumpangi tidak berhenti di tempat biasa dia naik. Dalam hatiku, “bisa saja dia diantar mamanya”. Yah… tapi entah mengapa aku bertanya-tanya dalam hati, apakah dia bolos hari ini? Apakah dia sedang sakit?
Kami tidak pernah bertemu lagi selama kurang lebih 1 bulan…

Sekilas tentang “dia” yang kukagumi diam-diam. Dia tinggi, hitam manis, rambut tipis, hidung  mancung, pandangan matanya sangat menyejukkan, dia sering mengenakan gelang bertuliskan LOVE dengan warna yang berbeda-beda, mungkin dia koleksi banyak gelang yang sama dengan warna yang berbeda.
Rumah ku dengan rumahnya hanya berjarak beberapa gang saja, dan dapat ditempuh dengan berjalan kaki, tapi kami tidak saling kenal satu sama lain.
Namanya Sebastian, aku tahu nama itu dari bad nama seragam sekolah yang dia pakai. Aku yakin, dia tidak tahu aku selalu memperhatikan gerak-geriknya disaat kami satu angkutan.

***

          Hari ini, aku tidak kepikiran bahwa dia akan naik angkutan umum yang sama denganku. Ternyata aku mendapati sosok sebastian yang selama ini sudah kurindukan senyumnya. “tolong geser lah”, dengan senyumannya dia minta tolong supaya dia dapat tempat duduk. Dan kembali mata ku menatap dia dengan sangat dekat… sungguh menyejukkan, yang kurindukan datang juga.
Selama di perjalanan pandanganku hanya tertuju pada sosok sebastian, dan tanpa aku sadari tangan kiri bagian lengannya ada perban dan bercak darah.
“Apa itu?” tiba-tiba pandanganku berpindah dari wajah ke lengan kirinya. “Apa mungkin dia habis kecelakaan?”, gumamku dalam hati. Aku sama sekali tidak mempunyai keberanian menanyakan hal itu, karena kami tidak saling kenal.
Seperti biasa, aku lebih dulu turun dibanding dia.  Secepat mungkin aku melangkahkan kaki turun dari angkutan itu dan segera membayar ongkosku.
Pertemuan hari itu pun usai, dan berharap besok bertemu lagi. “Mudah-mudahan dia cepat sembuh”, doaku dalam doa pagi di gereja yang tiap pagi kukunjungi.
Dengan senyum aku melihat altar berharap doaku dikabulkan, semoga aku dan dia bisa bertegur sapa.
Selama pelajaran berlangsung, pikiranku hanya menduga-duga, “mungkinkah selama 1 bulan ini dia tidak pernah sekolah karena lengan kirinya yang terluka?, kenapa dia?” pertanyaan yang selalu terbayang-bayang dalam pikiranku.

***
Batik dengan rok putih adalah seragam yang kukenakan hari ini sangat membuat mood ku senang karena wangi parfum yang kusemprotkan. Dan tidak lupa harapan akan bertemu “dia”.
Sebentar lagi mendekati gang rumah sebastian, dan aku melihat dia melambaikan tangan seperti biasa. Dan apa yang kulihat sungguh diluar dugaanku, di tangan kanannya botol tupperware yang bertuliskan Dini, and you know? It’s mine!!!!
OMG, mimpi apa aku semalam?
“Punyamu kan?, nih… semalam kamu buru-buru turun, ketinggalan jadi aku bawa deh” jelasnya. Dengan cepat tanganku mengambil botol minum itu dan tidak lupa dengan senyuman ditutupi rasa malu, “makasi yah” hehe, sambil merubah posisi tempat dudukku.. “Yessss.. yesss… yesss…..” sekelompok cheerleaders  menari-nari dan bersorak di pikiran atau di hatiku, aku tidak tahu persis, yang jelas aku bahagia hari ini.
Tiba-tiba lamunanku di kejutkan dengan suaranya yang agak serak, “kamu SMA disitu ya?”, sambil menyebutkan nama sekolahku. Tanpa pikir panjang aku menjawab semua pertanyaan dia, karena memang itulah yang kuharapkan, aku bisa berkenalan dengan dia, sebastianku. “Aku sering loh ke sekolahmu, latihan basket disana sama kawan-kawan yang lain”. “Apahhhhhhh??, SERING???”, keningku berkerut dan sambil berpikir “kenapa aku tidak pernah melihat dia disekitaran sekolah, sementara aku selalu pulang sore dari sekolah karena membantu Suster menyusun jadwal ibadah.
“Oh ya, Kok aku gak pernah liat ya?”, tanyaku kembali. “Mungkin pas kamu udah pulang kali”, kami main dari jam 3 disana”, tambahnya. Jam segitu adalah jam sibuk aku dan kawan-kawan yang lain bersama suster untuk mengetik dan menyusun lembaran jadwal ibadah sekolah kami.
          “Turun duluan yah, makasi udah bawa botol minumku”, ucapku karena memang sudah waktunya untuk turun. Sementara percakapan kami masih terasa sangat singkat.
Keesokan harinya kami bertemu kembali dan itu sangat menyenangkan, kami berdua sudah saling sapa menyapa dan boleh dikatakan aku dan sebastian sudah berteman.
          Hari ini aku harus mengikuti latihan paduan suara di sekolah sekitar pukul 16.00 sore yang mengharuskan aku menunggu dari jam 2 hingga waktu latihan dimulai. Sembari menunggu jam latihan aku duduk di depan kelas XII IPS sambil membaca buku novel yang aku pinjam dari perpustakaan sekolah, zaman dulu aku SMA belum ada IG atau main FB seheboh sekarang.
Suara teriakan anak- anak dibawah yang sedang main basket sebagai backsound yang tidak kubutuhkan, karena itu sangat mengganggu konsentrasiku dalam membaca. Tapi, untuk menghilangkan kebosanan mau nggak mau harus membaca sambil dengar teriakan.

Aku nggak kepikiran “dia” bakal ada sesi latihan di sekolah kami, dan aku juga tidak penasaran dengan orang yang main basket di bawah.
Satu persatu kawan berdatangan dan saling menyapa, dan aku terus membaca hingga berniat menuntaskan cerita novel nya hari ini juga. Dan tiba-tiba gumpalan kertas mendarat persis mengenai kacamataku, “anj**r”, kerjaan siapa ini?. Aku melihat kesekitar nggak ada orang, aku penasaran dengan gumpalan kertas itu kemudian mencoba membukanya berharap ada tulisan dan petunjuk dari sipelaku. Dan oh… ZONK!!! Tulisannya berisi “PENASARAN YA!!” Shit, gumamku dalam hati. “Udah ah, lanjut baca aja”, pikirku. Eh tiba-tiba ada suara mengagetkan “ hhooooiiii..” dengan keras, membuatku hampir melemparkan novel yang sedang kupegang.
Sombong kali lah, udah dilempar kertas bukannya liat kebawah, dia berbicara dengan logat medannya. Sekitar 1 menit kupandangi wajahnya.
“Kamu???? Lagi ada latihan ya? Kok aku nggak liat kamu ya bas”, tanyaku sambil menepuk tangannya.
“Ya ialah, orang kamunya gak perhatian sama aku”, jawabnya sambil tertawa.
“Ngapai disini? Pura-pura baca novel padahal memang nontonin aku ya?”, kata dia dengan bangga,
“Nggak ba, gausa GeEr deh kamu. Aku ada latihan padus bas ntar jam 4”, jawabku.

Sebenarnya kami tidak pernah kenalan formal, kami saling tahu nama karna saling liat nama diseragam sekolah kami masing-masing, dan mungkin dia tahu namaku dari botol minumku yang tertinggal di angkutam umum.
“Oh,, jam 4? Aku udah siap latihan din, ke kantin yuk temeni minum boleh?”, bujuk dia sambil senyum.
“Yuk, nunggu jam 4”, jawabku. Sembari menemani dia di kantin, kami becerita banyak tentang apa saja yang terlintas dalam pikiran kami.
Tak disangka-sangka dia berniat nunggu aku supaya pulang sama karena rumah kami memang satu arah. It’s oke, permulaan yang manis.
“Bas, pulang yok! udah siap nih, kok malah ketiduran sih, capek ya?” tanyaku.
“Ya din, tadi malam juga abis begadang ada UTS mulai hari ini”.
“Yauda yok pulang”, ajak sebastian. “Sini bukunya, banyaknya lah buku bawaan mu”. Dengan gerakan merampas dia berniat meringankan bawaan yang kutenteng ditangan kanan dan kiri.
“Eh, gausa berat tau”.
“Gak.. itung-itung melatih otot tangan”, celotehnya.
Kami berdua berdiri tanpa ada percakapan menunggu angkutan yang biasa kami tumpangi. Dia tiba-tiba melambaikan tangan pertanda meminta supir angkutan itu untuk berhenti, dan itu bukan nomor angkutan kami untuk pulang.
“Heh, ini mana lewat rumah kita, gak tau angkot ya?”, tanyaku dengan nada agak sedikit bingung.
“Jam segini gadak angkot nomor itu lagi, percaya deh. Kita nyambung aja”, jawabnya. (memang sih kalo udah pulang lewat dari jam 6 angkot nomor biasa kami naiki sudah lumayan jarang karna supir pada nge-tem di mall nunggu sewa).
“Aku ngikut aja deh, belum pande nyambung- nyambung”, jawabku.

Dia tidak banyak bicara selama diangkot, dan aku juga jadi banyak diam.
“Minggir depan bang”, pinta dia.
“Turun yok”, katanya dan aku dengan buru-buru cari uang untuk ongkos karena nggak tau akan turun secepat itu sebab tujuan utama kami memang belum terlihat.
“Udah…, nyari apa sih bu? Udah dibayarin juga”, sok repot ejeknya lagi.

Aku suka dia yang apa adanya, tidak bermulut manis, ceplas-ceplos tapi bikin lucu.

Heh, turun disini mau ngapai? Jangan ngajarin anak orang bandel kamu bas. Lain kali gak mau pulang sama lagi kalo gini.
“Yauda, pulang sana”, katanya.
Kurang asam ini anak, mau nggak mau aku harus ngikutin dia.
“Jangan bawel, bantu aku cari hadiah untuk cewek”. ZLLEEEBBBBB….. seketika hati yang terbentuk rapat pecah seperti gelas yang jatuh dari meja, berkeping-keping dan tak memiliki ukuran yang jelas.
Dengan nada sok tegar, “eh.. uda ada cewek toh.. masih sekolah udah pacaran”, ejekku.  “Jangan banyak tanyak deh din, cepetan ntar keburu malam kenak marah kan pulang malam-malam?”.
“Gak juga sih, di rumah mana ada orang yang perduli samaku”, jawabku.

Sepanjang memilih hadiah itu perasaan ku sangat sedih dan sangat hancur, padahal kami belum ada hubungan apa-apa.
“Cari yang warna biru ya din, dia suka warna biru”.
Apah?? Dia pecinta biru juga? Persis kayak aku.
“Muda atau tua?”, tanyaku penasaran.
“Muda kayaknya, muda aja deh”, katanya.
“Hmmm.. “, jawabku cetus.
“Ini kayaknya cocok deh, gak norak-norak amat”.
Aku melemparkan sweater berwarna biru muda dengan tulisan “HUG ME” dibagian dada sebelah kiri, polos tapi menurutku elegant sesuai dengan merknya.
Dia putar-putar bolak-balik sweaternya, seperti memastikan tidak ada yang rusak. “Okelah, aku sih yakin aja pilihan kamu, kalo kamu suka dia juga pasti suka, kan sama-sama cewek, hahahahaha”…
“Oh Tuhan berilah petunjukMu..”  lagu ini cocok untuk ke-baperannya aku saat ini.
Ya sudahlah, ngapai juga sakit hati toh dia udah punya cewek, nggak mungkin kita nikung kan. Pantang kata mama. J
“Udah yok, pulang!”, ajak dia setelah dia selesai transaksi dengan sikasir nan bohay.
Sepanjang jalan aku banyak diam, hanya jawab ya, tidak, dari semua pertanyaan dia. Tiba-tiba dia bilang “makasih ya din, uda bantu mudah-mudahan ntar dia suka, makasi banyak uda mau jadi teman aku”, katanya sambil tangannya mengucek-ucek rambutku yang berponi.
“Hancur, hancur hancur hatiku, hancur hancur hancur hatiku..” lagu olga meluncur cepat diotakku. ,
Hehehe, ya bas.. kudoain dia suka. Singkat padat dan jelas ada kecemburuan disana.

***
06 april 09
Aku mendapati panggilan mamaku di jam 05.00 pagi sembari membangunkanku. “Selamat ulang tahun putriku, *pesan* *pesan* *motivasi* *pesan* iloveuma” tutupku. Harapanku persis seperti harapan mamaku, semoga bisa lebih mandiri lagi dan tegar dalam hal apapun.
Ini adalah hari ulang tahunku, dan sudah bisa kutebak pasti di sekolah teman satu kelas pasti akan memberikan surprize kecil-kecilan. Itu adalah tradisi di kelas kami.
Dengan pikiran berkecamuk sekaligus bingung, pasti nanti satu angkot dengan bas.
“Kasi tau gak ya? Ah, gak deh. Mana mungkin dia mau tau tentang aku, akunya aja yang baperan sama sikap dia. Huft!! Gausa deh”, ucapku dalam hati.
Seperti biasa, hari ini dia tampak sibuk dengan bukunya, sepanjang perjalanan dia hanya sibuk baca buku karena seperti yang dia bilang semalam dia ada UTS di sekolah.
“Luan ya bas, ok din!”, Jawabnya singkat.
Setelah aku turun dari angkot raut wajahku berubah sedih, aku jadi kepikiran cueknya dia, dan teringkat hadiah yang kami belikan semalam. Beruntungnya cewek yang dibelikan kado semalam. Mungkin tadi malam hadiah itu sudah diantar sama si cewek yang beruntung, karena hari ini aku tidak lihat dia bawa bingkisan itu.
Oke fix, berarti bukan untukku! Akunya aja yang kePeDean.  :\

Pelukan demi pelukan mendarat dari teman sekelas, tiup lilin dan kado bergantian diberikan. Tentunya aku gak lupa dong berpidato singkat di kelas, sebagai ucapan terima kasihku untuk teman-teman semua.
Satu hari ini aku memutuskan untuk tidak lagi memikirkan hal-hal yang tidak ada untungnya bagiku sendiri. Termasuk masalah percintaan, mundurkan satu langkah dari barisan yang sudah ada.
Hari ini ada anak-anak latihan basket, aku mencari sosok sebastian dan tak ada dia di lapangan.
Yaudah lah, aku pulang dengan perasaan senang karena beberapa kado yang kutenteng dan pokoknya hari ini aku bahagia sekali.

Kalau tidak ada kegiatan aku terbiasa tidur siang dan bahkan kebablasan sampai sore, biasa anak kosan.
Tidur panjangku tiba-tiba dikagetkan oleh telepon masuk dari nomor tidak dikenal tertulis di layar Hpku.
“Pasti mau ucapin selamat ulang tahun nih, gak kawan ya saudara lah”, pikirku.
Dengan nada ngantuk aku angkat teleponnya. Belum lagi aku mengatakan Haloo…
Tiba –tiba,  “Anak gadis masih tidur jam segini? Mau jadi apa? Woyy bangun”, teriaknya. “Ah.. bastian? Dapat dari mana no hp ku, kayaknya gak pernah kasi deh”, tanyaku.
“Alahh.. sok orang penting, ya gampanglah cari no 12 angka doang. Asal pencel aja dapet tuh”, candanya lagi.
Ada apa bas? Dengan semangat aku bagusin posisi tidur menjadi duduk berharap dia tau hari ini ulang tahun ku, dan berharap ada ucapan dari dia. Ucapan aja uda syukur waktu itu. Ternyata oh ternyata malah kebalik dari harapan.
“Sibuk gak malam in? kawani belanja dong din! Jam 7an gitu, Aku mau buat prakarya tapi bahannya belum ada”, katanya.
“Kan besok minggu, besok aja nyarinya, kenapa mesti malam ini?”.
Dengan alasan yang masuk logika dia menjawab “besok aku ada lomba basket, kemungkinan gak sempat”.
 “Yaudah deh”, jawabku singkat.

Jam 06.30 sore aku mandi dan siap-siap karna pasti bentar lagi dia nelp buat nanya rumahku nomor berap, karena setauku aku hanya memberitahu nama gang rumahku saja.
Jam sudah menunjukkan pukul 06.50, kok dia gak nelp atau sms kek nanya gitu? Aku mulai bingung dan menebak-nebak dia sedang ngerjain aku. Eh tiba-tiba kawan satu rumah nyamperin aku ke kamar ngasi tau ada orang nunggu di depan, katanya mau ketemu sama aku.
Dengan cepat aku lari ke pintu dan kulihat dia ada disana, sambil membuka pintu seribu dan seratus ribu pertanyaan muncul dalam benakku, “kenapa dia tau aku tinggal disini. Apa selama ini dia ngikutin aku dan mata-matain dari belakang? Kalo ia, berarti dia tau aku pernah mencuri jagung di samping rumah kami dan ketahuan sama yang punya. Ah berabe nih”, pikirku..
“Heh, makin bingung liat kau bas. Tau dari mana aku tinggal disini? Ah, ada yang gak beres nih”,kataku mantap.
“Kamunya aja yang GeeR, ini rumah opungku(kakek) din”, sambil tangannya menunjuk rumah yang udah setengah jadi tepat di depan rumah aku tinggal sekarang.
“Aku tiap malam kesini jemput opungku”.
“Trus?”, tanyaku.
“Aku tau rumahmu disini karena aku pernah lihat seragam putihmu dijemur di pagar dan tulisan namamu menghadap ke jalan”.
“Hah? Sesimpel itu kah?”, Pikirku!
“Jadi, selama kamu datang kesini jemput kakekmu kok gak pernah nyamperin atau sapa gitu kek”,tanyaku lagi. Kok sombong amat yang punya cewe”. Entah kenapa candaan ku tak ada faedah dan nyambungnya samasekali.
“Hahaha… maklum kita orang sibuk”, jawabnya.
“Sebentar ya, aku ambil tasku dulu”, sambil aku masuk ke dalam rumah.
“Eh, kalau ada yang liad aku diboncengin sama kamu, ntar ada yang ngadu sama cewekmu bas. Janganlah”, tanyaku bingung.
Dia jawab dengan tenang, “aku udah ijin kok, dia gak akan marah”.
Tiba-tiba dia mengejek untuk kesekian kalinya,
“Nenek aku kalo lagi jalan-jalan pake jaket persis kayak kamu, takut kena angin ya din? tinggalin aja lagi kali”, celotehnya.
Dengan gerakan cepat semua yang dia bilang aku turutin. Ditengah perjalanan, aku berinisiatif membuka pembicaraan, kita ke mall mana nih nyarinya bas?
“Udah ikut aja, kita makan dulu yah, belum makan malam kan din?”.
Sesampainya di tempat makan yang dia tuju, dia suruh aku tunggu sembari dia cari tempat duduk kosong.
“Ada tuh paling belakang”,katanya.
“Eh, tadi aku udah langsung pesan ya din, jadi gakusah minta menu lagi nanti”, kata dia lagi.
“Sok banyak uang bas, masih sekolah udah sok nraktir orang”, ejekku.
“Kan yang tadi minta tolong aku din? Berarti aku yang bayarin makan dong”, jawabnya dengan cuek.
“Serah deh bas, debat sama mu aku gakkan menang”.

Makanan pun datang, ada yang aneh dengan makanan yang di letakkan tepat di hadapanku, di pinggiran piring ada tulisan memakai saos sambal ABC mungkin, yang isinya “best moment” dan yang anehnya, tulisan itu cuman ada di piring makananku.
Tanpa tanya panjang lebar, aku menarik piring makanan dia.
“Gantian deh bas, ada yang aneh dengan piringku. Nih sama kamu aja”.
Dia menolak dengan alasan dia alergi seafood. “Itu sengaja kayaknya buat tanda yang pake seafood sama yang gak pake, gausa ke GeeRan deh din”. Lagi-lagi kata itu diucapkan dia.
“Anak basket gak bisa makan seafood, dapat vitamin dari mana dong”, ejek ku tidak mau kalah.
Sepanjang makan dia hanya membahas tentang basketnya, dan itu sangat membuatku jengkel.
“Hhmmmm,,,, oh jadi gitu!”. Kalimat itu berulang-ulang menjadi jurus andalanku untuk setiap akhir kalimat yang keluar dari mulutnya.
Dia sudah lebih dulu 10 menit siap makan dibanding denganku, maklum bagi pemakai behel, kemarin sorenya aku habis ganti karet dan itu sungguh menyiksa gigi untuk makan makanan yang bertekstur keras.
“Kita gak buru-buru kan bas, kali ini aja deh aku makan lambat”, pintaku!
“Ih, bilang apa din? Kali ini? Emang kamu pikir aku ada rencana lagi bawain kamu makan di luar? Rugi dong aku din”, hahahaaa.. dia tertawa sangat kuat.
Ingin rasanya sendok garpu ditangan kiriku kumasukkan ke mulutnya yang lagi tertawa lebar.
“Apa sih maunya ini anak, jadi teman tapi kok nyolot yah”, gumamku dalam hati. Tapi, mungkin itu adalah ciri khas dia, dan sifat orang itu berbeda-beda, pikirku kemudian.
Makananku hampir habis, dia permisi ke toilet sebentar.
Sementara dia pergi aku dengan perlahan menghabiskan makananku, dan dalam keadaan gelas masih menempel di bibirku tiba-tiba musik di kafe itu berganti dengan alunan musik yang biasa kudengar dengan lirik”hari ini, hari yang kau tunggu, bertambah satu tahun usiamu, bahagia lah kamu…” musik nya Jamrud-Selamat Ulang Tahun.
Aku hampir saja tersendak melihat dia “sebastianku” dengan wajah nya yang tampan, dan senyumannya yang khas datang dengan sebuah kotak kue dan lilin angka 17 menyala diatas kue bertuliskan, “Happy Birth Day din”. Di belakangnya ada karyawan kafe dengan menenteng sebuah kotak yang sepertinya kado, dan karyawan satu lagi memegang bunga mawar putih.
“Selamat ulang tahun din, sweet seventennya sama aku nih kayaknya”, dia menggodaku. “Makasi bas”, air mataku rasanya menetes.
Aku bingung dengan sikapnya yang cuek namun ternyata perhatian juga dan hal ini sungguh diluar dugaanku, akan ada kejutan yang sangat istimewa dari dia.
“Bas, makasi loh… aku senang punya teman kayak kamu”.
Rasanya ingin kupeluk dia sebagai tanda persahabatan kami dan sebagai ungkapan rasa terimakasihku yang sungguh membuatku bertanya-tanya terus.
“Bawel deh din, make a wish deh, trus tiup lilinya”.
“Amin”, ucapku dengan mantap, dan lilinnya pun padam.
“Gak potong kue nih?”, ucapku memecah keheningan kami.
“Bentar baru lagi makan, congok amat din..din”,ejeknya lagi.

Dia berbalik meminta kotak hadiah dari karyawan kafe dan memberikannya padaku, “Ntar udah mau pulang dibuka, jangan sekarang”, katanya.
Dia berbalik sekali lagi mengambil bunga mawar dari karyawan yang satunya lagi. Dengan gaya sok coolnya dia, diciumnya bunga mawar putih itu seperti memberi kode ke karyawan kafe untuk mengganti lagu dari selamat ulang tahun menjadi lagu From this moment, miliknya shania twain.
So sweet, dia tau lagu yang kusuka ucapku dalam hatiku.
Dengan gerakan lambat dia berlutut tepat di depan kaki ku yang sedang posisi berdiri, dan aku spontan marah pada dia.
“Ngapain sih bas? Diri dong!!”.
“Din, kita udah hampir mau 2 tahun berteman, dan aku nyaman dengan pertemanan kita, aku menyukaimu diam-diam, maukah kamu jadi pacarku?”.
“Trima trima trima trima”, teriak karyawan Kafe sambil bertepuk tangan sekali-sekali.

“Hari ini ulang  tahunku, moment yang sangat bahagia buatku, dan hari ini juga dia dengan berani mengatakan perasaannya, berarti selama ini dia belum punya pacar kah?”, aku bertanya-tanya dalam hatiku.
“Oh Tuhan, aku juga sayang samamu bas”, gumamku dalam hati.
“Pliss, jangan bohongin perasaanmu din. Aku gak akan kecewain kamu kok”, katanya lagi.
5 menit dia berlutut menunggu jawaban dari mulutku, dengan perasaan sedih senang bercampur aduk aku jawab “YA!!! Berdiri sini”, aku tarik tangan dia dan tiba-tiba pelukan hangat mendarat di badanku membuat semua orang yang di kafe itu tepuk tangan. “Yeeyy.. aku senang din”, makasi ya”, katanya lagi seperti berbisik ditelingaku..
“Hmmm.. dasar bocah banyak maunya”, ejekku kembali.
“Potongan pertama sama aku atau sama karyawan kafe, pasti sama pacar dong ya, cieee”,… dia menggodaku.
Suapan kue yang kuberikan pada dia dibalas dengan kata “I Love U din”.
Aku tidak tau harus menjawab apa. Semua masih seperti bayangan nyata dalam benakku.
“Malam ini aku mau kau bahagia din, lupain semua beban yang ada”, kata dia menghiburku.
“Thanks bas ku”, godaku !
Dia hanya mengejekku kembali, “sok gaul deh bahasanya”, katanya.
“Biarr deh”, jawabku.
“Bole aku buka kadonya bas? Penasaran nih”, pintaku.
“Buka aja din! Semoga kamu suka ya, nyarinya penuh perjuangan loh”, katanya.
Tulisan yang ada dibungkusan kotaknya mengatakan bahwa dia sudah yakin betul aku akan menerima dia sebagai kekasihnya.
“Thanks hitam manisku, udah nerima aku!!!, pacarmu Bas”.
Hahahaha… aku tertawa keras, tapi itu sangat romantis menurutku.
Perlahan kertas kadonya kurobek dan tadaaaaaa….. apa yang kudapat? Sweater pilihanku yang beberapa hari yang lalu dia minta aku nemani nyari hadiah buat cewek. Dan dia melakukan persiapan yang matang untuk ini semua? Betapa makin bahagia nya aku sebagai seorang cewek.
“Bassss…. Kamu ngerjain aku dong, masa ia aku milih kado untukku sendiri? Ah gak keren”, ejekku!
“Hahaha aku mau mengobati rasa sakit hatimu, dengan seperti itu pasti kamu senang kan sebenarnya? Ternyata cewek itu ya kamu. Gausa sok malu deh, jujur din”, ledeknya kembali.
Aku akui dia sangat romantis dan tidak ketebak.
“Jangan ada rasa sungkan setelah pacaran, biasa aja seperti kita berteman sebelumnya, ada yang gak suka langsung dibilang ya din. Aku mau kita terbuka”.
“Ya bas, sambil kulihat matanya sambil tersenyum kuucapkan kembali “makasi bas, hari ini sangat istimewa. “Love u” itu saja jawabanya.

***
Hari ini hari pertama kami satu angkutan dengan status pacaran, jelas berbeda dengan hari sebelumnya. Hari ini aku menyediakan tempat duduk tepat di sampingku. Dia tersenyum melihat caraku memberi dia tempat duduk. Sweater pemberian dia tidak lupa aku pakai, membuat dia makin tersenyum dan berbisik,”Cocok deh sama kamu din,”. Makin manis!”.
“Makasi bas”, jawabku.
“Belajar yang bagus ya din, jangan kebanyakan ekskul deh kamunya”, sambil memberi isyarat kepada supir bahwa aku akan turun.
Walaupun sudah ada Hp waktu itu kami tidak selalu menggunakannya, karena kami lebih senang bertemu langsung dan itu merupakan pembuktian yang sebenarnya dari pada berkata A ternyata berbohong, itu adalah sebagian tipu muslihat dari Hp.
Tak banyak dari teman sekelasku yang mengetahui kisah cintaku selain 1 orang teman dekatku.
Setauku hari ini dia ada latihan basket di sekolah kami, tetapi aku tidak melihat dia dari tadi. Aku coba cek Hp ku mellihat apakah dia ada titip pesan, ternyata nihil.
Jam sudah menunjukkan pukul 15.35 sore, sungguh tidak mungkin dia datang terlambat itu bukan ciri khas dari sebastianku.
Aku mencoba menelpon menanyakan keberadaan dia, dan nomornya sedang dialihkan. Keadaan ini membuat aku bingung. Hingga sampai jam waktunya pulang, yang kutunggu-tunggu tidak datang juga akhirnya kuputuskan pulang sendiri dengan hati bertanya-tanya.

Sudah 3 hari aku tidak mengetahui keberadaan sebastian. Dan hari ini aku berinisiatif menanyakan kepada siapapun orang di rumah kakeknya yang sedang dalam proses pembangun itu.
Aku melihat ada seorang lelaki tua renta, mungkin itu kakek nya bas pikirku. Dengan bersikap ramah dan sangat sopan aku bertanya kepada kakek itu. Kek, aku teman sekolahnya sebastian, apakah dia sudah pulang sekolah kek? Dengan nada tinggi kakek itu menjawab, “dia memang orang yang sangat bandal dan tidak bisa dinasehati, sudah berkali-kali kami melarang dia untuk tidak ikut basket-basket itu lagi, tapi dia tetap melawan, dan hari ini kamu tahu nak? Dia sedang terbaring lemah di Rumah Sakit , tadi tiba-tiba jatuh di sekolah waktu sedang tanding kata gurunya melapor ke rumah.

Sebelumnya aku tidak tahu riwayat kesehatan sebastianku bagaimana, tetapi dari cerita panjang lebar kakeknya aku mengetahui bahwa dia menderita penyakit batu ginjal. Dan ini adalah penyakit yang tidak boleh capek. Padahal itu adalah hobby yang tidak bisa dipisahkan dari dalam dirinya seperti yang dikatakan padaku waktu itu.
Tanpa babibu aku ajak kawan 1 rumahku pergi ke rumah sakit dimana sebastian dirawat.

Pertama, aku sangat ketakutan kalau saja kehadiranku tidak disukai oleh pihak keluarga yang sedang merawat dia. Tapi itu semua kutepis dalam pikiranku, yang penting aku mau bertemu dia. Dan Ayu yang menemani aku mengatakan, “tidak apa-apa, tenang aja. Semua pasti berjalan baik, kita hanya menjenguk kan tidak ada salah”.

“Tok..tok..tok”.. kuketuk perlahan pintu kamar sebastian, keluarlah seorang wanita yang masih muda berumur kisaran 42 tahun.
Keningnya tiba-tiba berkerut, sambil bertanya
“cari siapa dek?”
“Oh, bu kami teman bastian”.
Dengan nada berbisik dia menjawab, “kamu pasti dini ya?”
Aku kaget seketika, perasaan takut, apakah yang akan terjadi setelah dia mengetahui aku pacaran dengan putranya.
Dengan tenang aku menjawab, “ia bu! Bisa kami lihat bastian bu?”.
Dengan sikap yang ramah sekali dia mempersilahkan kami masuk ke ruangan itu, tetapi dia menutup pintu dan meninggalkan kami bertiga di ruangan Mawar 105 itu.

Perlahan aku mendekati tempat dia sebastianku berbaring, sungguh diluar dugaanku bahwa dia akan tertidur biasa saja. Namun pemandangan apa ini Tuhan? Air mataku menetes seketika, kulihat ada beberapa selang masuk kedalam mulutnya, tangannya dipenuhi dengan tusukan jarum infus, dia bernafas dibantu dengan oksigen. Tubuhku seketika tak bertulang, aku terduduk di kursi dekat tempat dia berbaring. Mencoba tetap tegar dan tenang, perlahan ku dekati dia dan kubisikkan,”sayang… aku datang! Pliss buka matamu” sambil air mataku tak henti mengalir. Kugenggam erat tanggannya yang dingin, kuelus kembali wajah manisnya, akan kah senyuman kemarin pagi adalah senyuman yang terakhir darimu bas? Jawab sayang! Entah berapa kata sayang yang telah kuucapkan pada dia sebastianku. Dan tak ada jawaban sama sekali.
Ingin rasanya kupeluk dia dan tak kulepas. Kubiarkan tangannya dibasahi air mataku yang tak henti-henti mengalir.
30 menit berlalu tiba-tiba mama dari sebastian masuk dengan air mata menetes dipipinya karena melihat betapa sedihnya aku disamping putra semata wayangnya.
Aku semakin menangis dan menjadi, sungguh tak bisa kubayangkan, betapa sedihnya mama dari sebastian dan kulihat dia semakin menangis juga melihat aku yang tidak mau melepas tangan sebastian.
Kubisikkan lagi ditelinga dia sebastianku, “bas… makasi untuk perhatianmu selama ini, aku sayang kamu bas, benerr.. aku gak bohong. Kamu mau aku jujur kan, dari awal aku lihat kamu aku sudah jatuh cinta melihat senyumanmu dan berharap belum ada yang memilikimu, doaku terkabul bas. Kamu hadir pada saat yang tepat dan kamu jadi milikku, hanya aku yang memiliki senyuman khas mu itu. Dan sekarang juga aku percaya sama Tuhan bas, kamu akan bangun, aku percaya muzijat itu masih ada sayang. Bertahan ya, aku tetap setia menunggumu”. Air mataku semakin tak tertahan mengalir sejadi-jadinya.
Sungguh apa yang kurasakan serasa sangat singkat dan sangat tak terduga. Kenapa setelah aku jadi miliknya dia mengalami ini, supaya aku sesakit ini?
“Kamu tega bas”, gumamku dalam hati.
Kurasakan sentuhan tangan dipundakku, itu adalah mamanya bastian, dia mengajak aku keluar sebentar dan berbicara.
Dengan diiringi doa Angelius di rumah sakit itu beliau dengan air mata menjelaskan sedetail mungkin apa yang dialami kekasihku, dan aku sangat terpukul. Sambil kuikuti dalam hati urutan doa Angelius itu kukepalkan tanganku dengan mantap aku meminta kepada beliau ijinkan aku menjaga dia 1 malam ini saja.
Dia mengiyakan dan sejak hari itu aku tidak pulang dan besoknya juga aku tidak sekolah karena menjaga dia. Aku melihat ada seberkas harapan dalam ucapan-ucapan dan impian-impian yang selama ini dia ucapkan ketika bersamaku. Aku percaya Tuhan akan membantu dia, sebastianku orang baik.

Mulutku tak henti-henti berdoa, sambil kupegang erat tangannya. Kulihat mamanya sebastian sudah tidur lelap di sofa ruangan itu. Aku tak melihat sosok ayahnya dari siang, tapi aku tidak menanyakan hal seintim itu.
Aku kasihan melihat mamanya sebastian, matanya bengkak karena menangis, dan kulihat sebuah rosario hampir jatuh dari pergelangan tangannya. Secepat mungkin kuraih, dan itu kugunakan untuk berdoa kepada Bunda Maria tetap disamping diaku yang sedang lemah.

***
Jam menunjukkan pukul 03.00 pagi. Waktu yang sangat tepat untuk novena pikirku, aku berdoa sekhusyuk mungkin, kuharap tidak ada yang menggangguku.
Dan benar doa itu berakhir dengan sempurna. Kulihat mamanya bastian masih tertidur, dan aku tersenyum kembali mendekati wajah yang selalu kurindukan.
“Selamat pagi sayangku, damai Tuhan melindungimu. Love u bas”, bisikku pelan.
Tiba-tiba kulihat ujung bibirnya bergerak, dan aku sangat panik ketakutan dan campur bahagia. Segera kubangunkan mamanya untuk memastikan.
Dengan cepat dokter mengunjungi kamar itu dan seketika ruangan itu penuh dengan perawat.
Kugenggam tangan mama bastian, dan dia tersenyum bahagia melihat aku. Kerumunan perawat itu mulai keluar satu persatu. Dan dokter yang menangani dia dengan perlahan mendekati kami.
“Pertanda yang baik bu, besok kita bisa cek darah kembali, sepertinya dia sudah mulai memberi respon”.
“Terpujilah Tuhan, trimakasih Tuhan”, sebutku dalam hatiku.
Mamanya langsung berlutut mengucap syukur. Betapa semangatnya kami hanya mendengar kabar sesimpel itu pagi ini. Kami dekati sebastian yang sedang berbaring. Mamanya mulai bicara dengan penuh kasih sayang, “jika kamu mendengar mama nak, mama cuman minta 1 hal, semangat dan sembuh demi mama, mama gak punya siapa-siapa kecuali kamu, kamu jiwa mama nak, mama sayang dan sangat sayang sama kamu nak. Buktikan sama mama kamu sayang juga sama mama, bangun ya nak”. Dengan isakan tangis mama bastian mencium kening nya.
Beliau seperti memberi isyarat kepadaku supaya aku berbicara, “mumpung dia bisa dengar, bicaralah”, kata nya padaku.
Sebenarnya aku agak sedikit malu berkata manis didepan ibu dari kekasihku, tapi karena situasi dan kondisi kuberanikan mencium bastian dan berbisik.
“Gak cuman mama yang mengharap kamu bangun, aku selalu nunggu kamu bas. Aku sangat merindukanmu. Love u, ini dini!”. Air mataku juga tidak tertahankan, kami berdua sama-sama menangis dan tersenyum bahagia.

***
Aku ada ujian praktek hari ini yang mengharuskan aku mengikutinya, dengan perasaan tidak tenang aku mengikuti ujian tetapi pikiranku hanya tertuju pada dia sebastianku. Betapa aku ingin didekat dia terus. Mengetahui perkembangannya dan apakah dia sudah siuman?
Aku selalu berdoa semoga dia cepat pulih.

Cerita mamanya selalu terbayang-bayang dipikiranku betapa menderitanya pria yang kucintai saat ini, bukan hanya gagal ginjal ternyata sejak masih bayi paru-parunya bermasalah. Sejak kecil memang sebastian sering sakit-sakitan.
Tentang ayahnya, mama sebastian memutuskan untuk berpisah semenjak sebastian berumur 2,5 tahun. Entah masalah pribadi apalagi yang menjadi puncak permasalahan keluarga ini yang jelas dan yang terpenting sekarang adalah bastian pulih. Penyakit nya bisa saja sewaktu-waktu kambuh dengan sendirinya, apalagi jika bastian merasa kecapean.

Sepulang sekolah cepat-cepat aku menuju rumah sakit dan berharap ada kabar baik. Kulihat banyak sepatu sekolah terletak dipintu kamar sebastian, itu pasti teman sekelas bastian, mereka berdoa bersama dan memberi dukungan kepada mamanya bastian. Dengan sabar aku menunggu teman sekelasnya memberi dukungan doa dan material sebagi bentuk peduli mereka kepada sesama teman.

Tiba-tiba sebuah suara membangunkanku dengan lembut, ternyata aku ketiduran di lantai depan kamar sebastian sembari menunggu teman-temannya pulang.
“Nak, bangun jangan tidur di lantai!”, kata mamanya sebastian. Dengan sedikit pusing aku berdiri dan mencoba melangkahkan kakiku.
Kudekati diaku yang terbaring, aku menyapanya kembali dengan senyum bercampur sedih.
“Harus seberjuang inikah aku dengan cinta yang masih seumur jagung? Cobaan percintaan macam apa ini?”
“Bas, hei… aku datang! Kamu apa kabar hari ini? Semangat ya sayang, masih setia menunggu kok, pasti! Love u,” bisikku pelan.
Tak sadar aku merebahkan kepalaku di samping pundaknya dan tertidur karena semalaman aku berjaga dan tidak ada istirahat.
Sangat nyaman tidur di sampingnya, entah sudah berapa jam lamanya aku tertidur tiba-tiba aku mendengar suara desahan yang sangat khas, dan aku kenal suara itu.
Ya, suara kekasihku yang sangat kurindukan.
“Ma.. mama, dengan pelan kalimat itu keluar dari mulutnya. Segera kulihat kearah sofa tidak ada mamanya bastian di sana, dengan perasaan sangat bahagia aku langsung berdiri dan mendekati wajahnya memastikan dia benar-benar bangun atau tidak.
“Bas, kamu bangun?”, tanyaku. Sayang, lihat aku!” air mataku mengalir cepat tanpa dikomando karena bahagia campur sedih.
Senyumannya tidak berubah, matanya terbuka pelan.
“Din, maafin aku ya.” Tidak ada jawaban apapun dari mulutku, aku hanya bisa menangis dan menciumi tangannya, dan tak lupa aku menekan tombol darurat yang ada diruangan itu untuk memberitahu perawat atau dokter jaga perkembangan kesehatannya sebastian.
Dengan hitungan menit ruangan itu dipenuhi dengan suara terharu karena setelah tidak ada respon selama hampir 2 hari, hari ini ada harapan baru, semuanya berubah kembali.
“Hampir 2 tahun kita berteman, kenapa kamu tidak pernah cerita tentang kesehatan kamu sama aku bas?”, tanyaku pelan.
“Akan ada saat yang tepat untukmu, makanya aku tidak memberitahu sebelumnya. Maaf ya din, mungkin kamu beberapa hari ini terjaga karena aku. Aku bahagia lihat kamu ada disini, aku tadi nggak nyangka kamu bakal ada disini. Maaf ya sayang, ini yang terakhir kali aku repotin kamu”, air mata nya menetes sambil tersenyum.
Senyuman yang sudah lama kurindukan.

***
Hari ini aku ada ulangan di sekolah otomatis siswa-siswi akan cepat pulang. Aku mempersiapkan segala sesuatu yang perlu kupergunakan nanti di Rumah Sakit.
Mood hari ini cukup baik setelah keadaan sebastian yang semakin membaik, ada harapan baru dan doa-doa yang selalu kuucapkan dalam hati bahwa aku ingin mengulang masa-masa kami berangkat sekolah sama-sama, makan sama dan pulang sekolah ditungguin sampai sore dan itu sangat mengasyikkan.
Ulanganku pun terjawab dengan baik. Intinya hari ini aku bahagia dan amat senang karena akan bertemu kembali dengan pujaan hatiku.
          Dalam perjalanan menuju toliet sekolah untuk mengganti seragam yang kukenakan, tiba-tiba terdengar lantunan lagu rohani bertema kematian dari ruang BP kami.
“Suster, agak seram ya lagunya”, ucapku sembari menyapa Sr BP kami.

Kali ini aku tidak menaiki angkutan umum, pikiranku rasanya ingin cepat-cepat sampai di Rumah Sakit, maka aku menaiki becak dari depan sekolah.
Sesampainya di depan ruangan yang biasa kukunjungi sejenak aku bingung dan mencari-cari, kemana mama dan sebastianku?
Dengan cepat aku menuju meja perawat menanyakan pasien diruangan itu kemana. Perawat memberitahu ruangan bastian dipindah ke ruang ICU yang tidak bisa dikunjungi sama sekali.

Jam 08.35 WIB dia sebastianku dilarikan keruang ICU karena tiba-tiba pernafasannya tidak normal, hingga sekarang pukul 11.00 WIB belum juga ada kabar tentang dia.
Kulangkahkan kakiku yang gemetaran menuju ruang ICU, kudapati mama sebastianku menangis di lantai depan ruangan sebastian sekarang berada. Kugenggam tangan mama sebastian.
“Yang kuat ya bu! Serahkan semua sama Tuhan, kita hanya bisa berdoa”.
Tak ada satupun keluarga yang menemani kami selama di Rumah Sakit ini, dan itu yang membuat aku selalu bertanya-tanya.
Belakangan ku ketahui ternyata mama sebastian bukan mama kandung dari sebabtian, sebastianku ternyata anak adopsi. Itulah mungkin alasan keluarganya kenapa tidak perduli dengan keadaan sebastian yang semakin kritis.
Tangisan dan doa itulah yang bisa kami lakukan hari ini.
Sekarang sudah jam 15.00 WIB, seorang dokter memasuki ruangan itu. Berharap kami akan menerima kabar baik.
20 menit kemudian ada panggilan dari perawat menyuruh mamanya sebastian masuk untuk konsultasi dengan dokter dan sekaligus melihat kondisi sebastian.
Tanganku tidak dilepas, dengan nada memohon dia mengajak aku melihat dia sebastianku.
Sebenarnya aku tidak berani melangkahkan kakiku memasuki ruangan itu.

Pemandangan yang sangat membuatku down, selang dimana-mana, matanya tertutup, tanganya diikat dipinggir tempat tidur, wajahnya sangat pucat. Aku hampir saja pingsan melihat apa yang ada di depan mataku.
Kulihat air mata mamanya sudah tidak terbendung lagi, begitu juga dengan aku. Seketika dokternya mempersilahkan mama sebastian untuk mendekati tubuh sebastian. Hanya kalimat semangat nak, ada mama disini.
Aku tidak bisa berkata apa-apa, hanya menyentuh tangannya dan menangis sejadi-jadinya. Seketika perasaan bahagia yang dia berikan semalam hancur dalam hitungan detik, sungguh seperti mimpi.
          “Ibu, kita bisa bicara sebentar?”, kata dokter sambil menyentuh lengan mama sebastian.
“Dengan sangat kecewa dan tidak mendahului Tuhan sang pencipta, anak kita sebastian tidak bisa kami tolong lagi ibu, jantungnya sudah sangat lemah. Detakan jantung yang kita lihat sekarang di layar itu adalah pengaruh alat yang kita pasang. Kalau alat tidak dipasang jantungnya berhenti berdetak. Kami minta maaf ibu, sekali lagi kami minta maaf! Sekarang keputusan ada ditangan ibu”.

Seketika mama sebastian ambruk dan pingsan, bisa kurasakan apa yang dirasakan mama sebastian. Hatiku sepertinya sangat hancur sehancur hancurnya. Perjuangan demi perjuangan yang diberikan mamanya tidak membuahkan hasil. Hanya kata pasrah dan terima keadaan untuk saat ini.
Segara perawat memberikan pertolongan pada mamanya bastian, dan aku mencoba tegar mendekati sebastianku yang masih tergelatak di tempat tidur dengan bantuan alat yang sangat banyak.
“Bas, inikah arti ucapanmu? “Maaf ya sayang, ini yang terakhir kali aku repotin kamu.” Sesingkat ini kah bas?  Aku masih mau loh direpotin sama kamu, harusnya kamu semangat sayang”… tidak ada kata-kata lagi yang terucap, sepertinya semua kata yang ingin kuucapkan hilang semua dan pikiranku kosong.
Dalam hati aku berkata, “selamat jalan bas, aku pasrah dan merelakan kamu pergi walau hatiku sangat hancur. Kamu sudah sembuh sayang, doain aku agar bisa tegar. Aku mencintaimu bas. Sangat mencitaimu!”

Di luar ruangan aku terduduk dan meratapi semua kejadian hari ini. Tadi pagi aku sangat bahagia dan senyum-senyum, sore ini dibalas dengan tangisan yang sangat membuatku hancur. Di sekolah tanpa sengaja aku mendengar lantunan lagu orang meninggal dan benar hari ini aku berduka untuk kepergian sebastianku. Dan tanpa kusengaja  ternyata pakaian yang kusiapkan tadi pagi dan kukenakan hari ini serba hitam, jeans hitam dan kaos oblong hitam. Sungguh diluar dugaanku.
Memang benar rencana Tuhan tidak bisa kita tebak, kita hanya bisa berpasrah diri dan berbuat yang terbaik lah semasa hidup.

***
Kuraba Salib yang terletak di atas makam sebastianku, kutaburi bunga dan air mata kesedihanku menyirami bunga perpisahan aku dan sebastian.
“Cinta pertama yang sangat indah bas, banyak kenangan yang kamu tinggalkan untuk aku. Dari kita berteman, kekonyolan, juteknya kamu, judesnya kamu, bicara asal dan sering buat sakit hati, itu adalah ciri khas kamu yang mungkin orang pertama kenal akan menilai kamu sok dan songong.
Tapi itulah kamu, kamu yang kucintai dan kusayangi. Kamu sudah sembuh sayang, terimakasih untuk pertemuan kita, terimakasih untuk kenangan yang kamu tinggalkan, terimakasih untuk kado pertama dan terakhir ini.
Ini adalah kado terindah seumur hidupku. Kamu sangat romantis bas. Aku sangat merindukanmu, hadirlah dalam mimpiku untuk mengobati rasa rinduku.
Aku pulang bas, doain aku sanggup dan bisa jalani hidupku dengan baik”.
I love u bas…



“Cinta itu datang dengan beragam cara, terkadang pahit di awal manis di akhir dan sebalinya.
Cinta itu tidak bisa ditebak, sama dengan cara Tuhan membimbing kita.
Hargai dan rawatlah cinta yang sekarang kita miliki. Ada banyak orang yang sama sekali tidak pernah merasakan kehangatan cinta.
Bagaimanapun bentuk cinta yang kita alami sekarang syukuri dan pelihara dengan baik.
Karena cinta itu sangat indah”. Diana


















S i a p a     ? ..... Pernahku menunggu Namun tak kunjung datang... Pernah ku mencari Namun tak kunjung dapat... Per...